Abstrak
Pembibitan karet klon unggul merupakan langkah awal dalam pembudidayaan
tanaman karet. Bibit karet berkualitas yang digunakan akan menghasilkan tanaman
karet yang berkualitas pula. Untuk mendapatkan tanaman karet yang berkualitas,
dalam hal ini menghasilkan lateks yang banyak, tahan terhadap penyakit dan
pertumbuhan yang seragam diperlukan bibit yang berasal dari klon unggul yang telah
diuji kualitasnya di Balai-Balai Penelitian Karet di Indonesia. Pembibitan karet akan
lebih efektif apabila dikelola secara kelompok demi pengurangan biaya yang
dikeluarkan. Penelitian ini dilakukan dengan metode sensus dimana lokasi dipilih
secara sengaja yaitu di Desa Mait Hilir Sintang dan Desa Maringin Jaya Sanggau,
dengan jumlah sampel sebanyak 17 orang petani penangkar bibit. Dalam penelitian
ini akan diketahui bagaimana tingkat pendapatan petani penangkar bibit, kelembagaan
dalam kelompok pembibitan dan faktor-faktor yang menjadi kekuatan, kelemahan,
peluang dan ancaman untuk dapat membuat strategi pemasaran yang tepat.
Dalam penelitian ini dilakukan analisis data dengan menggunakan perhitungan
pendapatan riil petani, analisis deskriptif terhadap kelompok pembibitan dengan
wawancara mendalam kepada responden dan analisis SWOT untuk mengetahui
strategi pemasaran yang tepat.
Dari penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa tingkat
pendapatan petani penangkar bibit karet setiap tahun dalam luasan rata-rata 0,45
hektar adalah Rp. 13.251. 299,61. Kedua kelompok pembibitan karet tersebut
merupakan kelompok informal yang tidak memiliki struktur organisasi yang mengikat
status keanggotaan para anggota dengan sistem pemasaran yang dilakukan adalah
langsung menjual ke konsumen tanpa perantara. Strategi pemasaran yang dapat
digunakan oleh petani adalah dengan meningkatkan kualitas bibit yang diproduksi,
meningkatkan kualitas SDM petani penangkar, pemanfaatan kemajuan teknologi,
informasi dan komunikasi untuk mengembangkan pengetahuan petani, menambah
areal pembibitan dan meningkatkan pelayanan terhadap konsumen bibit karet.
PENDAHULUAN
Kalimantan Barat memiliki potensi cukup besar dalam pengembangan bidang
pertanian terutama sub sektor perkebunan. Masih luasnya lahan yang dimiliki oleh
daerah dan topografi daerah-daerah atau kabupaten-kabupaten yang berada di
Kalimantan Barat menjadi alasan hal tersebut. Selain direncanakan untuk dijadikan
pusat penanaman kelapa sawit nasional, melalui ICRAF daerah Kalimantan Barat
juga dijadikan salah satu daerah yang memiliki tanaman karet klon unggul dengan
produktivitas lateks yang tinggi . Langkah awal pengusahaan usahatani karet yang
baik adalah masyarakat petani karet perlu untuk menggunakan bahan tanam (bibit)
karet yang berkualitas dan mampu menghasilkan lateks yang tinggi.
Mengingat amat pentingnya bibit dalam menentukan perbaikan pembangunan
perkebunan karet, maka usahatani pembibitan perlu dikelola dengan baik. Sebuah
lembaga penelitian agroforestri otonom yang bersifat nirlaba yang dikenal dengan
International Centre for Research in Agroforestry (ICRAF) memperkenalkan
pengelolaan usahatani pembibitan dengan menggunakan bibit-bibit yang berkualitas
yang berasal dari klon-klon baru dan telah diteliti di berbagai pusat penelitian di
Indonesia.
Kegiatan pengembangan usahatani pembibitan karet di daerah Sanggau dan
Sintang telah berjalan cukup lama dengan ICRAF sebagai lembaga yang
membimbingnya. Pembinaan yang dilakukan ICRAF adalah memperkenalkan kepada
petani mengenai bibit yang baik, membentuk kelompok tani pembibitan karet,
melakukan pelatihan dan pembinaan teknik pembibitan yang baik dan pemberian
motivasi dalam pengelolaan pembibitan. Melalui pembinaan ini diharapkan hasil
produksi bibit karet dapat memberikan manfaat kepada petani-petani karet. Meskipun
pembinaan telah banyak dilakukan, perkembangan usahatani pembibitan masih
menghadapi beberapa kendala. Kendala - kendala tersebut antara lain munculnya
usahatani pembibitan yang dikelola secara pribadi, belum luasnya daerah pemasaran
bibit yang dihasilkan, serangan hama dan penyakit, teknologi pembibitan yang masih
sederhana, harga jual bibit karet yang masih rendah dan minimnya keahlian serta
pengetahuan untuk menghasilkan bibit klon unggul.
Usahatani pembibitan karet di Kalimantan Barat di daerah Sanggau dan
Sintang telah mengalami perkembangan dalam peningkatan produksi bibit tiap
tahunnya. Untuk tahun 2004, masing-masing pembibitan di dua daerah tersebut telah
dapat memproduksi lebih dari 5000 batang bibit tanaman karet. Peningkatan produksi
bibit karet ini harus dapat meningkatkan pendapatan petani khususnya dan sektor
pertanian pada umumnya. Peningkatan produksi yang besar apabila tidak diimbangi
dengan pemasaran yang baik justru akan membawa akibat sebaliknya bagi petani
yaitu pendapatannya menurun karena harga bibit karet murah dan terdapat pasokan
bibit dari lokasi pembibitan lain di luar dua kabupaten ini.
Melihat kendala-kendala yang muncul dalam perkembangan usahatani
pembibitan karet tersebut, maka perlu dilakukan penelitian untuk mendalami dan
mengkaji masalah-masalah tersebut dan pada akhirnya diharapkan akan didapat
pemecahannya demi kelangsungan usahatani pembibitan karet di daerah Sanggau dan
Sintang.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pendapatan Petani Penangkar Bibit Karet
Setelah penelitian dilakukan didapatkan hasil penelitian bahwa pendapatan
rata-rata petani penangkar bibit karet pada dua desa tersebut cukup besar, yaitu Rp.
Rp. 13.251. 299,61 dalam luasan lahan rata-rata 0,45 hektar dalam satu tahun. Berarti
dalam tiap bulannya petani penangkar rata-rata memiliki pendapatan sebesar
Rp.1.104. 274, 97 yang menandakan bahwa pendapatan mereka cukup besar dan ini
pula yang menjadi alasan mereka menjadikan pembibitan karet menjadi pekerjaan
utama mereka. Meskipun demikian, ketertarikan mereka baru muncul 2 tahun
belakangan ini. Hal ini diawali dengan melihat kesuksesan petani penangkar bibit
karet sebelumnya sehingga mereka juga tertarik untuk mengusahakan pembibitan
karet klon unggul.
B. Kelembagaan Kelompok Dan Pemasaran Pembibitan Karet
Kelompok usahatani yang mereka miliki merupakan kelompok yang
berbentuk informal. Artinya, kelompok mereka tidak memiliki status atau tidak
dilegitimasi secara hukum. Mereka tidak memiliki struktur organisasi yang lengkap,
dalam kelompok tersebut hanya terdapat satu orang ketua dan selebihnya adalah
merupakan anggota kelompok. Karena merupakan kelompok informal yang status
keanggotaannya tidak mengikat maka para anggota dapat keluar maupun masuk
menjadi anggota kelompok dengan bebas tanpa ada aturan yang mengikat mereka.
Begitu pula dengan manajemen pembukuan dalam kelompok, mereka tidak memiliki
pembukuan yang mengatur pemasukan maupun pengeluaran yang terjadi dalam
transaksi jual beli bibit karet milik mereka, sehingga mereka hanya dapat
memperkirakan besar keuntungan yang mereka miliki setiap menjual bibit karet milik
mereka.
Sistem pemasaran yang mereka gunakan adalah merupakan sistem pemasaran
secara langsung, dimana bibit karet yang mereka produksi langsung mereka jual
kepada konsumen bibit karet mereka yang biasanya adalah proyek pemerintah
maupun petani karet sekitar. Mereka tidak menggunakan pedagang perantara apapun
dalam menjual bibit karet yang mereka miliki. Ketua kelompok dari dua desa tersebut
juga bukan merupakan pedagang pengumpul bibit karet tersebut karena mereka hanya
dijadikan tempat untuk mengumpulkan bibit-bibit karet dari tiap anggota kelompok
dengan tujuan untuk memudahkan dalam pengangkutan dan pemasaran kepada
konsumen. Harga yang diterima oleh petani penangkar dengan harga bibit karet yang
dijual adalah sama. Setelah bibit diterima oleh konsumen dan dibayar, kemudian hasil
penjualan tersebut diberikan kepada masing-masing anggota sesuai dengan jumlah
bibit yang mereka hasilkan. Tujuan dari responden masuk menjadi anggota kelompok
pembibitan, baik di Desa Mait Hilir maupun Desa Maringin Jaya adalah sama, yaitu
untuk meningkatkan perekonomian keluarga. Dengan menjadi anggota kelompok,
maka perekonomian keluarga menjadi lebih meningkat yang disebabkan biaya
produksi yang mereka keluarkan menjadi lebih sedikit.
Berdasarkan hasil penelitian, kepaduan dalam kelompok pembibitan karet
daerah Sintang maupun Sanggau cukup tinggi. Yang membedakan antara kelompok
pembibitan Desa Mait Hilir dengan Desa Maringin Jaya adalah asal dari para anggota
kelompok. Anggota kelompok pembibitan Desa Mait Hilir merupakan para
transmigran dari Pulau Jawa, sedangkan kelompok pembibitan Desa Maringin Jaya
merupakan campuran antara warga Melayu pendatang dengan penduduk asli Sanggau
(Dayak). Perbedaan tersebut menjadikan kelompok pembibitan di Desa Mait Hilir
lebih kompak dan mampu memiliki banyak anggota. Hal ini dikarenakan antusiasme
dan rasa persaudaraan yang cukup kuat sehingga para warga Desa Mait Hilir banyak
yang menjadi anggota kelompok.
Yang membedakan antara kelompok pembibitan Desa Mait Hilir dengan Desa
Maringin Jaya adalah asal dari para anggota kelompok. Anggota kelompok
pembibitan Desa Mait Hilir merupakan para transmigran dari Pulau Jawa, sedangkan
kelompok pembibitan Desa Maringin Jaya merupakan campuran antara warga Melayu
pendatang dengan penduduk asli Sanggau (Dayak). Perbedaan tersebut menjadikan
kelompok pembibitan di Desa Mait Hilir lebih kompak dan mampu memiliki banyak
anggota. Hal ini dikarenakan antusiasme dan rasa persaudaraan yang cukup kuat
sehingga para warga Desa Mait Hilir banyak yang menjadi anggota kelompok.
Meskipun demikian, dua kelompok tersebut memiliki kepaduan (cohesivitas) yang
cukup tinggi. Tidak pernah ada konflik yang muncul dalam kelompok mereka.
Kepemimpinan merupakan hal yang penting dalam kelangsungan hidup suatu
kelompok. Kepemimpinan adalah kemampuan mempengaruhi dan menggerakkan
orang lain, sehingga mereka bertindak dan berperilaku sebagaimana diharapkan,
terutama bagi tercapainya tujuan yang diinginkan. Peran kedua ketua kelompok pada
masing-masing kelompoknya dirasakan oleh para anggota cukup memberikan andil
dalam kemajuan kelompok mereka. Peran dari ketua kelompok Desa Mait Hilir untuk
menciptakan iklim yang sehat dalam kelompok cukup berhasil. Segala urusan yang
berkaitan dengan usaha pembibitan, terutama pemesanan bibit karet selalu
dibicarakan di dalam musyawarah meskipun tidak rutin dilakukan. Begitu pula
dengan kelompok Desa Maringin Jaya, Peran ketua kelompok pembibitan Desa
Maringin Jaya (Muhamad Nuh) dalam memberikan semangat kepada anggota untuk
terus berproduksi menjadikan kelompok pembibitan karet ini dikenal oleh banyak
masyarakat sekitar daerah Parindu.
Kegiatan utama dari kelompok pembibitan karet di dua daerah tersebut adalah
sama, yaitu memasarkan bibit karet secara kelompok, bukan individu. Seluruh bibit
yang siap dipasarkan dikumpulkan pada satu tempat, di mana pada kedua kelompok
tersebut dikumpulkan ke ketua kelompok, yang kemudian ketua kelompok akan
memasarkan langsung ke konsumen. Tetapi ketua kelompok bukan merupakan
pedagang pengumpul, karena harga yang diterima oleh petani penangkar dengan
harga bibit karet yang dijual adalah sama. Setelah bibit diterima oleh konsumen dan
dibayar. Kemudian hasil penjualan tersebut diberikan kepada masing-masing anggota
sesuai dengan jumlah bibit yang mereka hasilkan.
C. Analisis SWOT
1. Analisis SWOT Usahatani Pembibitan Karet
a. Analisis Faktor Internal Usahatani Pembibitan Karet
a. 1. Faktor Kekuatan (Strengths), yaitu menganalisis variabel-variabel kekuatan yang
dimiliki oleh petani dalam pemasaran bibit karet klon PB 260. Adapun variabel
kekuatan tersebut adalah :
a. Informasi pasar tersedia
Secara umum, petani penangkar bibit karet tidak mengalami kesulitan ataupun
merasa kurang dalam mendapatkan informasi mengenai pasar, terutama mengenai
harga dari sarana produksi penunjang pembibitan karet seperti pupuk, herbisida,
alat-alat pertanian serta harga jual dari bibit karet. Hasil analisis pada variabel ini
didapatkan nilai bobot sebesar 0,106 dan nilai ratingnya 3, artinya adalah
tersedianya informasi pasar mengenai bibit karet mempunyai pengaruh yang baik
dan penting.
b. Luas lahan yang cukup tersedia
Para petani merasakan lahan yang mereka miliki saat ini belum mencukupi,
mengingat meningkatnya permintaan akan bibit karet maka dengan luas lahan
yang mereka miliki masih kurang. Hasil analisis pada variabel ini didapatkan nilai
bobot sebesar 0,127 dan nilai ratingnya 1, artinya adalah variabel ini dirasakan
tidak begitu baik pengaruhnya bagi petani penangkar bibit karet.
c. Banyak menyerap tenaga kerja
Penyerapan tenaga kerja yang lumayan besar terjadi disaat mengolah lahan
pembibitan mulai dari penebangan hingga pembakaran. Selanjutnya terjadi di
waktu penanaman dan pengokulasian. Hasil analisis pada variabel ini didapatkan
nilai bobot sebesar 0,098 dan nilai ratingnya 2, artinya adalah banyak menyerap
tenaga kerja tersebut dirasakan cukup baik pengaruhnya demi kemajuan dan
pengembangan usahatani pembibitan karet.
d. Pengalaman dalam usaha pembibitan karet
Di dua kelompok tersebut, masing-masing kelompok memiliki ketua kelompok
yang cukup berpengalaman dalam usahatani pembibitan. Hasil analisis pada
variabel ini didapatkan nilai bobot sebesar 0,139 dan nilai ratingnya 3, artinya
adalah variabel ini dirasakan memiliki pengaruh yang cukup baik terhadap
produktivitas petani penangkar.
e. Kualitas bibit yang dijual baik
Di kedua kelompok pembibitan karet tersebut telah menghasilkan bibit klon PB
260 dengan kualitas yang baik, karena sebelum pengiriman bibit kepada
konsumen, bibit-bibit tersebut telah disortir terlebih dahulu untuk menghindari
pemasaran bibit yang rusak dan tidak berkualitas. Hasil analisis pada variabel ini
didapatkan nilai bobot sebesar 0,114 dan nilai ratingnya 3, artinya variabel ini
mempunyai pengaruh yang baik bagi usaha pembibitan karet klon unggul dan
mempengaruhi pula dalam peningkatan jumlah permintaan konsumen akan bibit
karet.
a.2. Faktor Kelemahan (Weakness), yaitu menganalisis variabel-variabel kelemahan
yang mempengaruhi petani penangkar bibit dalam pemasaran bibit karet klon unggul.
Adapun variabel kelemahan tersebut, yaitu :
a. Terbatasnya sarana dan prasarana produksi
Hasil penelitian terhadap variabel ini didapatkan nilai bobot sebesar 0,114 dan
nilai ratingnya 3, artinya adalah variabel ini mempunyai pengaruh yang cukup
jelek bagi usaha pembibitan karet dan mempengaruhi kelancaran produksi bibit
karet klon unggul.
b. Modal kerja terbatas
Hasil analisis pada variabel ini didapatkan nilai bobot sebesar 0,098 dan nilai
ratingnya 2, artinya adalah variabel ini memberikan pengaruh yang jelek bagi
petani penangkar bibit karet, yaitu dalam berproduksi bibit karet yang lebih
berkualitas.
c. Manajemen usahatani pembibitan masih sederhana
Masih sederhananya manajemen usahatani pembibitan tersebut membuat petani
kesulitan dalam menghitung jumlah input produksi yang masuk, maupun jumlah
bibit yang telah keluar, sehingga petani belum dapat menghitung pendapatan
bersih yang mereka terima. Dari hasil penelitian terhadap variabel ini didapatkan
nilai bobot sebesar 0,098 dan nilai ratingnya 2, artinya adalah manajemen
usahatani pembibitan yang masih sederhana ini memberikan pengaruh yang jelek
bagi para petani penangkar bibit karet
d. Teknik pembibitan masih sederhana
Saat ini para petani penangkar bibit masih belum terlalu memperhatikan
kesesuaian teknik pembibitan. Dari hasil penelitian terhadap variabel ini
didapatkan nilai bobot sebesar 0,106 dan nilai rating sebesar 3, artinya adalah
teknik pembibitan yang masih sederhana akan memberikan pengaruh yang cukup
jelek terhadap jumlah produksi bibit karet yang mampu dihasilkan oleh petani
penangkar bibit.
b. Analisis Faktor Eksternal Usahatani Pembibitan Karet
b.1. Faktor Peluang (Opportunities), yaitu menganalisis variabel-variabel peluang
yang dimiliki oleh petani penangkar bibit karet klon PB 260. Adapun variabel peluang
tersebut adalah :
a. Lingkungan alam yang mendukung dalam pengembangan usaha
Desa Mait Hilir dan Desa Maringin Jaya memiliki kondisi alam yang cukup baik
untuk pengembangan usahatani pembibitan. Dari hasil penelitian, untuk variabel
ini diperoleh nilai bobot sebesar 0,123 dan nilai ratingnya 3, artinya adalah
lingkungan alam daerah Mait Hilir memiliki pengaruh yang baik terhadap
pengembangan usaha pembibitan karet klon unggul.
b. Kemajuan teknologi, informasi, transportasi dan komunikasi
Teknologi, informasi dan transportasi di dua desa tersebut telah cukup maju,
sehingga petani penangkar bibit karet klon unggul dapat dengan mudah
memperoleh informasi penting untuk memajukan usahatani pembibitan karet yang
mereka miliki. Dari hasil penelitian terhadap variabel ini didapatkan nilai bobot
sebesar 0,109 dan nilai ratingnya 3, artinya adalah variabel ini memberikan
pengaruh yang baik bagi petani dalam mengembangkan usahanya.
c. Adanya pasokan dan informasi bibit baru dari klon unggul
Dari hasil penelitian terhadap variabel ini didapatkan nilai bobot sebesar 0,100
dan nilai ratingnya 3, artinya adalah variabel ini memberikan pengaruh yang baik
bagi petani mengenai adanya pasokan dan informasi bibit karet baru dari klon
yang unggul.
d. Kesadaran masyarakat dalam menggunakan bibit baru dari klon anjuran
Peningkatan kesadaran masyarakat untuk menggunakan klon anjuran membuka
peluang bagi petani penangkar bibit karet untuk mengusahakan pembibitan karet
klon unggul, terutama klon PB 260. Hasil analisis pada variabel ini didapatkan
nilai bobot sebesar 0,136 dan nilai ratingnya 3, artinya adalah variabel ini
dirasakan baik pengaruhnya bagi petani penangkar bibit karet klon unggul
sehingga mereka dapat memproduksi bibit lebih banyak.
e. Kebijakan pemerintah akan gerakan karet nasional
pemerintah menghimbau kepada masyarakat terutama masyarakat di
daerah Sanggau ataupun Sintang untuk menanam tanaman karet di perkebunan
mereka. Hasil analisis dari variabel ini didapatkan nilai bobot sebesar 0,155 dan
nilai ratingnya 3, artinya adalah variabel ini dirasakan memiliki pengaruh yang
baik bagi petani penangkar bibit karet dalam peningkatan produktivitas usahatani
pembibitan karet mereka.
b.2. Faktor Ancaman (Threats), yaitu menganalisis variabel-variabel ancaman yang
dimiliki oleh petani penangkar bibit dalam usaha pembibitan karet. Adapun variabel
ancaman tersebut adalah :
a. Serangan hama dan penyakit
Dari hasil penelitian, variabel ini memiliki nilai bobot sebesar 0,073 dan nilai
ratingnya sebesar 3, artinya adalah variabel ini berpengaruh cukup jelek terhadap
produktivitas bibit karet yang diusahakan oleh petani. Serangan hama dan
penyakit yang paling dirasakan oleh petani penangkar bibit karet klon PB 260
adalah serangan penyakit gugur daun yang menyebabkan bibit karet dapat menjadi
mati.
b. Kenaikan biaya produksi
Kenaikan biaya produksi yang dirasakan oleh petani penangkar bibit karet
klon PB 260 adalah harga bahan penunjang seperti pupuk dan obat-obatan. Dari
hasil penelitian terhadap variabel ini didapatkan nilai bobot sebesar 0,131 dan
nilai ratingnya sebesar 2, artinya variabel ini memberikan pengaruh yang jelek
bagi petani penangkar bibit karet klon PB 260.
c. Harga produk relatif murah
Secara umum, harga bibit karet klon unggul yang berkisar antara Rp.700-Rp.1000
dirasakan oleh petani penangkar bibit karet masih cukup rendah. Dari hasil
penelitian terhadap variabel ini didapatkan nilai bobot sebesar 0,100 dan nilai
ratingnya sebesar 1, artinya adalah variabel ini memberikan pengaruh yang sangat
jelek bagi petani penangkar bibit karet klon PB 260.
d. Pertumbuhan ekonomi yang rendah
Kelesuan perekonomian tersebut merupakan ancaman yang cukup berarti bagi
usaha pembibitan karet, karena masyarakat cenderung untuk tidak melakukan
usaha budidaya karet klon yang baru dan lebih mengutamakan mengusahakan
(mengelola) kebun karet yang sudah ada. Dari hasil penelitian terhadap variabel
ini didapatkan nilai bobot sebesar 0,073 dan nilai ratingnya sebesar 3, artinya
adalah variabel ini memberikan pengaruh yang cukup jelek bagi petani penangkar
bibit karet klon PB 260.
2. Matrik SWOT
Matrik ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan
ancaman eksternal yang dihadapi usaha pembibitan dapat disesuaikan dengan
kekuatan dan kelemahan internal yang dimilikinya. Matrik ini dapat menghasilkan 4
set kemungkinan alternatif strategis, yaitu strategi SO (Strengths – Opportunities),
Strategi ST (Strengths – Threats), Strategi WO (Weakness – Opportunities) dan
Strategi WT (Weakness – Threats). Berdasarkan hasil penelitian pada faktor
lingkungan internal dan eksternal usaha pembibitan karet klon unggul dengan
menggunakan alat analisis matrik SWOT, diperoleh nilai analisis Matrik SWOT
untuk masing-masing strategi yaitu strategi SO sebesar 3,269; strategi ST sebesar
2,200; strategi WO sebesar 2,921 dan strategi WT sebesar 1,852.
Adapun alternatif strategi yang dapat direkomendasikan peneliti adalah
strategi SO yang memiliki nilai analisis Matrik SWOT terbesar. Strategi SO yang
dapat diterapkan oleh petani penangkar bibit karet adalah dengan meningkatkan
kualitas bibit karet klon unggul yang diproduksi, meningkatkan kualitas sumber daya
manusia petani penangkar bibit karet, memanfaatkan kemajuan teknologi, transportasi
dan komunikasi untuk meningkatkan pengalaman dan pengembangan pengetahuan
petani, memperluas atau menambah areal pembibitan serta bibit karet yang diproduksi
dan meningkatkan pelayanan terhadap konsumen bibit karet.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut :
1. Usahatani pembibitan karet klon unggul di daerah Sintang dan Sanggau
merupakan usahatani pembibitan karet dalam bentuk kelompok, terutama untuk
Desa Mait Hilir Kabupaten Sintang dan Desa Maringin Jaya Kabupaten Sanggau.
2. Dari hasil penelitian terhadap dua kelompok pembibitan karet klon unggul dalam
hal ini klon PB 260, diketahui pendapatan rata-rata dari petani penangkar bibit
karet klon PB 260 adalah Rp.13.251.299,61 untuk luasan lahan rata-rata 0,45
hektar setiap tahunnya. Pendapatan sebesar itu didapat oleh petani dari penjualan
bibit karet dengan kisaran harga Rp. 700 – Rp. 1000 per 1 batang Okulasi Mata
Tidur (OMAT) yang mereka hasilkan.
3. Kelembagaan yang terdapat pada usahatani pembibitan karet di Desa Mait Hilir
dan Desa Maringin Jaya merupakan kelompok informal yang tidak mempunyai
struktur organisasi yang lengkap. Hanya ada ketua kelompok dan selebihnya
adalah anggota kelompok, dengan sistem keanggotaan yang tidak mengikat.
4. Alternatif strategi pemasaran yang dapat digunakan oleh petani penangkar bibit
karet klon PB 260 dalam usaha pengembangan pembibitan karet miliknya adalah
berupa strategi SO (Strengths-Opportunities). Strategi ini adalah dengan
meningkatkan kualitas bibit karet klon unggul yang diproduksi, meningkatkan
kualitas SDM petani penangkar bibit karet, memanfaatkan kemajuan teknologi,
transportasi dan komunikasi untuk meningkatkan pengalaman dan pengembangan
pengetahuan petani, menambah areal pembibitan serta bibit karet yang diproduksi
dan meningkatkan pelayanan terhadap konsumen bibit karet.
B. Saran
1. Permintaan pasar dunia akan produk karet merupakan peluang yang cukup besar
bagi negara Indonesia, khususnya daerah Kalimantan Barat yang sejak dahulu
masyarakat asli telah menanam karet. Mengingat peluang yang ada tersebut,
baiknya pemerintah selaku pengambil keputusan dapat memikirkan kebijakan
yang tepat yang dapat memberikan kesempatan bagi petani karet dan juga bagi
petani penangkar bibit karet untuk meningkatkan produktifitas usahatani karet
miliknya seoptimal mungkin. Dengan demikian, kedua pihak sama-sama
mendapatkan keuntungan; bagi pemerintah hal ini dapat meningkatkan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan bagi petani hal ini dapat meningkatkan
pendapatannya.
2. Perlu adanya struktur organisasi yang lengkap, manajemen pembukuan yang
teratur dan jelas demi kelangsungan kelompok usahatani pembibitan karet, baik di
Desa Mait Hilir Kabupaten Sintang maupun Desa Maringin Jaya Kabupaten
Sanggau. Dua kelompok tersebut telah memiliki dasar kelompok yang kuat,
yaitu ²royong², dan kekompakan sehingga dengan adanya kelengkapan struktur
organisasi dan sah di mata hukum maka keberadaan kelompok pembibitan karet
tersebut akan semakin mantap.
3. Petani penangkar bibit karet sebaiknya melakukan penanaman bibit karet
bermacam-macam klon dengan tingkat resistensi yang berbeda di lahan
pembibitan mereka. Ini bertujuan untuk menghindari apabila suatu saat terjadi
serangan hama dan penyakit secara eksplosif yang menyebabkan kematian
serempak pada bibit karet klon tertentu, petani masih memiliki cadangan bibit
karet yang dapat dijual dan petani tidak kehilangan sumber pendapatan.
4. Untuk dapat lebih meningkatkan pengetahuan dan keterampilan, para petani
penangkar sebaiknya dapat melakukan diskusi-diskusi lintas kelompok, maupun
diskusi dengan pihak-pihak yang cukup berpengalaman mengenai pembibitan
karet klon unggul.
Diposting oleh
Maya Indah
0 komentar:
Posting Komentar