Diposting oleh
Maya Indah
komentar (0)
A. Aktiva
Menurut S Munawir (2002
: 30) aktiva adalah sarana atau sumber daya ekonomi yang dimiliki oleh suatu
kesatuan usaha atau perusahaan yang harga perolehannya atau nilai wajarnya
harus diukur secara objektif. Sedangkan menurut Thompson Learning yang
diterjemahkan oleh Skoussen dkk (2001 : 131) aktiva adalah kemungkinan
keuntungan ekonomi di masa depan yang diperoleh atau dikontrol oleh entitas
tertentu sebagai hasil dari transaksi atau kejadian dimasa lalu. Menurut Ikatan
Akuntansi Indonesia (2004 : 16.2 ) “aktiva adalah aktiva berwujud yang
diperoleh dalam bentuk siap pakai atau dengan dibangun lebih dahulu, yang
digunakan dalam operasi perusahan, tidak dimaksudkan untuk dijual dalam rangka
kegiatan normal perusahan dan mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun“.
Bedasarkan pengertian dapat disimpulkan bahwa aktiva adalah sarana yang
dimiliki oleh perusahaan yang harus dikelola dengan baik agar mendapat
keuntungan dimasa depan.
B. Pasiva
Pasiva adalah
pengorbanan ekonomi yang harus dilakukan oleh suatu perusahaan pada masa yang
akan datang. Pengorbanan untuk masa yang akan datang ini terjadi akibat
kegiatan usaha kewajiban ini dibedakan menjadi utang lancar dan utang jangka
panjang.
Pengertian
Manajemen Sumber Dana Dengan Manajemen Penggunaan Dana :
1.
Manajemen
sumber dana adalah usaha bank dalam menghimpun dana dari masyarakat, perolehan
ini tergantung pada bank itu sendiri, apakah dari simpanan masyarakat atau dari
lembaga lainnya. Pemilihan sumber dana akan menentukan besar kecilnya biaya
yang ditanggung. Oleh karena itu, pemilihan sumber dana harus dilakukan secara
tepat.
2.
Manajemen
penggunaan dana adalah dana yang diperoleh sebuah bisnis perbankan perlu
dialokasikan dengan tepat. Untuk itu diperlukan suatu kebijakan alokasi aktiva.
Alokasi aktiva merupakan pendistribusian dana investasi yang didasarkan pada
fungsi dan kegunaan diantara berbagai kategori aktiva, termasuk ekuivalen kas,
saham, investasi pendapatan tetap, dan aktiva berwujud lainnya. Alokasi aktiva
akan berdampak baik pada resiko maupun laba. Alokasi aktiva merupakan konsep
sentral dalam perencanaan keuangan bagi manajemen investasi bisnis perbankan,
kebijakan alokasi aktiva perlu mengindahkan tingkat likuiditas, tetapi tidak
mengabaikan tingkat rentabilitas. Untuk itu dana yang diperoleh dialokasikan ke
dalam cadangan primer, cadangan sekunder, kredit, dan investasi dalam
perbandingan yang tepat sesuai dengan perubahan-perubahan.
Perbedaan
Manajemen Sumber Dana Dengan Manajemen Penggunaan Dana :
1.
Manajemen
Sumber Dana terdiri dari :
·
Dana yang
berasal dari bank itu sendiri.
·
Dana yang
berasal dari masyarakat luas atau dana pihak ketiga.
·
Dana yang
berasal dari lembaga lain.
2.
Manajemen
Penggunaan Dana terdiri dari :
·
Alokasi
dana pada cadangan primer.
·
Alokasi
dana pada cadangan sekunder.
·
Alokasi
dana pada cadangan kerja.
·
Kredit.
·
Investasi
jangka panjang.
Sumber :
http://sumberdanabank.blogspot.com/
Diposting oleh
Maya Indah
komentar (0)
Perkembangan Teknologi
Perbankan Elektronik :
Dengan perkembangan
teknologi informasi saat ini, telah menciptakan jenis-jenis dan peluang-peluang
bisnis yang baru di mana transaksi-transaksi bisnis makin banyak dilakukan
secara elektronika. Sehubungan dengan perkembangan teknologi informasi tersebut
memungkinkan setiap orang dengan mudah melakukan perbuatan hukum seperti
misalnya melakukan jual-beli. Perkembangan internet memang cepat dan memberi
pengaruh signifikan dalam segala aspek kehidupan kita.
Penggunaan internet tidak
hanya terbatas pada pemanfaatan informasi yang dapat diakses melalui media ini,
melainkan juga dapat digunakan sebagai sarana untuk melakukan transaksi
perbankan. Bank di Indonesia mulai memasuki dunia maya yaitu internet banking
atau yang lebih dikenal dengan E-Banking, yang merupakan bentuk layanan
perbankan secara elektronik melalui media internet. E-Banking pada dasarnya merupakan
suatu kontak transaksi perbankan antara pihak bank dan nasabah dengan
menggunakan media internet.
Jenis-Jenis E-Banking :
1.
Automated Teller Machine (ATM). Terminal
elektronik yang disediakan lembaga keuangan atau perusahaan lainnya yang
membolehkan nasabah untuk melakukan penarikan tunai dari rekening simpanannya
di bank, melakukan setoran, cek saldo, atau pemindahan dana.
2.
Computer Banking.
Layanan bank yang bisa diakses oleh nasabah melalui koneksi internet ke pusat
data bank, untuk melakukan beberapa layanan perbankan, menerima dan membayar
tagihan, dan lain-lain.
3.
Debit (or check) Card. Kartu
yang digunakan pada ATM atau terminal point-of-sale (POS) yang memungkinkan
pelanggan memperoleh dana yang langsung didebet (diambil) dari rekening
banknya.
4.
Direct Deposit. Salah
satu bentuk pembayaran yang dilakukan oleh organisasi (misalnya pemberi kerja
atau instansi pemerintah) yang membayar sejumlah dana (misalnya gaji atau
pensiun) melalui transfer elektronik. Dana ditransfer langsung ke setiap
rekening nasabah.
5.
Direct Payment (also electronic bill payment). Salah
satu bentuk pembayaran yang mengizinkan nasabah untuk membayar tagihan melalui
transfer dana elektronik. Dana tersebut secara elektronik ditransfer dari
rekening nasabah ke rekening kreditor. Direct payment berbeda dari
preauthorized debit dalam hal ini, nasabah harus menginisiasi setiap transaksi
direct payment.
6.
Direct Payment (also electronic bill payment). Bentuk
pembayaran tagihan yang disampaikan atau diinformasikan ke nasabah atau
pelanggan secara online, misalnya melalui email atau catatan dalam rekening
bank. Setelah penyampaian tagihan tersebut, pelanggan boleh membayar tagihan
tersebut secara online juga. Pembayaran tersebut secara elektronik akan
mengurangi saldo simpanan pelanggan tersebut.
7.
Electronic Check Conversion.
Proses konversi informasi yang tertuang dalam cek (nomor rekening, jumlah
transaksi, dll) ke dalam format elektronik agar bisa dilakukan pemindahan dana
elektronik atau proses lebih lanjut.
8.
Electronic Fund Transfer (EFT). Perpindahan
“uang” atau “pinjaman” dari satu rekening ke rekening lainnya melalui media
elektronik.
9.
Payroll Card. Salah
satu tipe “stored-value card” yang diterbitkan oelh pemberi kerja sebagai
pengganti cek yang memungkinkan pegawainya mengakses pembayaraannya pada
terminal ATM atau Point of Sales. Pemberi kerja menambahkan nilai pembayaran
pegawai ke kartu tersebut secara elektronik.
10. Preauthorized
Debit (or automatic bill payment). Bentuk pembayaran
yang mengizinkan nasabah untuk mengotorisasi pembayaran rutin otomatis yang
diambil dari rekening banknya pada tanggal-tangal tertentu dan biasanya dengan
jumlah pembayaran tertentu (misalnya pembayaran listrik, tagihan telpon, dll).
Dana secara elektronik ditransfer dari rekening pelanggan ke rekening kreditor
(misalnya PLN atau PT Telkom).
11. Prepaid
Card. Salah satu tipe Stored-Value Card yang menyimpan nilai moneter
di dalamnya dan sebelumnya pelanggan sudah membayar nilai tadi ke penerbit
kartu.
12. Smart
Card. Salah satu tipe stored-value card yang di dalamnya
tertanam satu atau lebih chips atau microprocessors sehingga bisa menyimpan
data, melakukan perhitungan, atau melakukan proses untuk tujuan khusus
(misalnya validasi PIN, otorisasi pembelian, verifikasi saldo rekening, dan
menyimpan data pribadi). Kartu ini bisa digunakan pada sistem terbuka (misalnya
untuk pembayaran transportasi publik) atau sistem tertutup (misalnya MasterCard
atau Visa networks).
13. Stored-Value
Card. Kartu yang di dalamnya tersimpan sejumlah nilai moneter, yang
diisi melalui pembayaran sebelumnya oleh pelanggan atau melalui simpanan yang
diberikan oleh pemberi kerja atau perusahaan lain.
Prinsip Penerapan
E-Banking dan M-Banking :
Electronic Banking (e-banking)
merupakan suatu aktifitas layanan perbankan yang menggabungkan antara sistem
informasi dan teknologi, e-banking meliputi phone banking, mobile banking, dan
internet banking. E-banking didefinisikan sebagai penghantaran otomatis jasa
dan produk bank secara langsung kepada nasabah melalui elektronik, saluran
komunikasi interaktif.
E-Banking meliputi sistem yang memungkinkan nasabah bank, baik individu ataupun bisnis, untuk mengakses rekening, melakukan transaksi bisnis, atau mendapatkan informasi produk dan jasa bank melalui jaringan pribadi atau publik, termasuk internet. Nasabah dapat mengakses e-banking melalui piranti pintar elektronis seperti komputer/PC, PDA, ATM, atau telepon.
E-Banking meliputi sistem yang memungkinkan nasabah bank, baik individu ataupun bisnis, untuk mengakses rekening, melakukan transaksi bisnis, atau mendapatkan informasi produk dan jasa bank melalui jaringan pribadi atau publik, termasuk internet. Nasabah dapat mengakses e-banking melalui piranti pintar elektronis seperti komputer/PC, PDA, ATM, atau telepon.
Contoh-contoh E-Banking
yang diterapkan di dalam sebuah bank adalah :
·
ATM, Automated Teller Machine atau Anjungan
Tunai Mandiri
Ini adalah saluran
e-Banking paling populer yang kita kenal. Setiap kita pasti mempunyai kartu ATM
dan menggunakan fasilitas ATM. Fitur tradisional ATM adalah untuk mengetahui
informasi saldo dan melakukan penarikan tunai. Dalam perkembangannya, fitur semakin
bertambah yang memungkinkan untuk melakukan pemindahbukuan antar rekening,
pembayaran (kartu kredit, listrik, dan telepon), pembelian (voucher dan tiket),
dan yang terkini transfer ke bank lain (dalam satu switching jaringan ATM).
Selain bertransaksi melalui mesin ATM, kartu ATM dapat pula digunakan untuk
berbelanja di tempat perbelanjaan, berfungsi sebagai kartu debit. Bila kita
mengenal ATM sebagai mesin untuk mengambil uang, belakangan muncul pula ATM
yang dapat menerima setoran uang, yang dikenal pula sebagai Cash Deposit
Machine/CDM. Layaklah bila ATM disebut sebagai mesin sejuta umat dan segala
bisa, karena ragam fitur dan kemudahan penggunaannya.
·
Phone Banking
Ini adalah saluran yang memungkinkan nasabah
untuk melakukan transaksi dengan bank via telepon. Pada awalnya lazim diakses
melalui telepon rumah, namun seiring dengan makin populernya telepon
genggam/HP, maka tersedia pula nomor akses khusus via HP bertarif panggilan
flat dari manapun nasabah berada. Pada awalnya, layanan Phone Banking hanya bersifat
informasi yaitu untuk informasi jasa/produk bank dan informasi saldo rekening
serta dilayani oleh Customer Service Operator/CSO. Namun profilnya kemudian
berkembang untuk transaksi pemindahbukuan antar rekening, pembayaran (a.l.
kartu kredit, listrik, dan telepon), pembelian (a.l. voucher dan tiket), dan
transfer ke bank lain; serta dilayani oleh Interactive Voice Response (IVR).
Fasilitas ini boleh dibilang lebih praktis ketimbang ATM untuk transaksi non
tunai, karena cukup menggunakan telepon/HP di manapun kita berada, kita bisa
melakukan berbagai transaksi, termasuk transfer ke bank lain.
·
Internet Banking
Ini termasuk saluran teranyar e-Banking yang
memungkinkan nasabah melakukan transaksi via internet dengan menggunakan
komputer/PC atau PDA. Fitur transaksi yang dapat dilakukan sama dengan Phone
Banking yaitu informasi jasa/produk bank, informasi saldo rekening, transaksi
pemindahbukuan antar rekening, pembayaran (kartu kredit, listrik, dan telepon),
pembelian (voucher dan tiket), dan transfer ke bank lain. Kelebihan dari
saluran ini adalah kenyamanan bertransaksi dengan tampilan menu dan informasi
secara lengkap tertampang di layar komputer/PC atau PDA.
·
SMS/m-Banking
Saluran ini pada dasarnya evolusi lebih lanjut
dari Phone Banking, yang memungkinkan nasabah untuk bertransaksi via HP dengan
perintah SMS. Fitur transaksi yang dapat dilakukan yaitu informasi saldo
rekening, pemindahbukuan antar rekening, pembayaran (a.l. kartu kredit,
listrik, dan telepon), dan pembelian voucher. Untuk transaksi lainnya pada
dasarnya dapat pula dilakukan, namun tergantung pada akses yang dapat diberikan
bank. Saluran ini sebenarnya termasuk praktis namun dalam prakteknya agak
merepotkan karena nasabah harus menghapal kode-kode transaksi dalam pengetikan
sms.
Di balik kemudahan e-Banking tersimpan pula risiko, untuk itu diperlukan pengaman yang baik. Lazimnya untuk ATM, nasabah diberikan kartu ATM dan kode rahasia pribadi (PIN); sedangkan untuk Phone Banking, Internet Banking, dan SMS/m-Banking, nasabah diberikan kode pengenal (userid) dan PIN. Sebagai pengaman tambahan untuk internet banking, pada bank tertentu diberikan piranti tambahan untuk mengeluarkan PIN acak/random. Sedangkan untuk SMS Banking, nasabah diminta untuk meregistrasikan nomor HP yang digunakan.
Di balik kemudahan e-Banking tersimpan pula risiko, untuk itu diperlukan pengaman yang baik. Lazimnya untuk ATM, nasabah diberikan kartu ATM dan kode rahasia pribadi (PIN); sedangkan untuk Phone Banking, Internet Banking, dan SMS/m-Banking, nasabah diberikan kode pengenal (userid) dan PIN. Sebagai pengaman tambahan untuk internet banking, pada bank tertentu diberikan piranti tambahan untuk mengeluarkan PIN acak/random. Sedangkan untuk SMS Banking, nasabah diminta untuk meregistrasikan nomor HP yang digunakan.
Dengan beragamnya
kemudahan transaksi via e-Banking, kini pilihan ada di tangan kita untuk
memanfaatkannya atau tidak. Namun mengingat tidak semua bank menyediakan
layanan-layanan tersebut, maka seberapa pintarkah bank kita? Untuk dapat
bertransaksi pintar, kini saatnya memilih bank pintar kita, tentunya sesuai
kebutuhan transaksi.
Internasional Elektronik Fund Transfer :
Electronic Funds Transfer Systems (EFTS) sudah menjadi metode utama
yang melibatkan pembayaran dana dalam jumlah besar yang dilakukan lembaga
keuangan dan nasabah bisnisnya. EFT didefinisikan sebagai pemindahan dana yang
diawali dari terminal elektronik, instrument telpon, computer, atau magnetic
tape untuk memesan, memerintahkan, atau memberikan kewenangan kepada lembaga
keuangan untuk mendebet atau mengkredit rekening. Kemampuan lembaga
keuangan untuk menyediakan jasa-jasa tersebut seiring dengan perkembangan
teknologi computer dan teknologi komunikasi data.
Diposting oleh
Maya Indah
komentar (0)
Prinsip kliring
Kliring (dari Bahasa
Inggris “clearing”) sebagai suatu istilah dalam dunia perbankan dan
keuangan menunjukkan suatu aktivitas yang berjalan sejak saat terjadinya
kesepakatan untuk suatu transaksi hingga selesainya pelaksanaan kesepakatan
tersebut. Kliring sangat dibutuhkan sebab kecepatan dalam dunia perdagangan
jauh lebih cepat daripada waktu yang dibutuhkan guna melengkapi pelaksanaan
asset transaksi. Klorong melibatkan manajemen dari paska perdagangan pra
penyelesaian, ekposur kredit guan memastikan bahwa transaksi dagang
terselesaikan sesuai dengan aturan pasar walaupun pembeli maupun penjual
menjadi tidak mampu melaksanakan penyelesaian kesepakatannya. Proses kliring
adalah termasuk pelaporan pemantauan marjin risiko netting transaksi dagang
menjadi posisi tunggal, penanganan, perpajakan dan penanganan kegagalan.
Di Amerika, kliring antar
bank dilaksanakan melalui Automated Clearing House (ACH), dimana aturan dan
regulasinya diatur oleh NACHA-The Electronic Payments Association,yang dahulu
dikenal dengan nama National Automated Clearing House Association, serta
Federal Reserve. Jaringan ACH ini akan bertindak selaku pusat fasilitas kliring
untuk semua transaksi transfer dana secara elektronik. Kliring antar bank atas
cek dilaksanakan oleh bank koresponden dan Federal Reserve.
Sistem kliring yang
dilaksanakan BI saat ini sudah dapat berlangsung secara nasional melalui Sistem
Kliring Nasional BI (SKNBI). Maksudnya, proses kliring baik kliring debet
maupun kliring kredit yang penyelesaian akhirnya dilakukan secara nasional.
Selain itu ada tiga sistem kliring lain yang lazim dikenal, yakni Sistem
manual, Sistem Semi Otomasi, dan Sistem Otomasi. Kliring manual adalah
penyelenggaraan kliring lokal yang dalam perhitungan, pembuatan bilyet saldo
kliring serta pemilihan warkat dilakukan secara manual oleh setiap peserta
kliring. Perhitungan kliring didasarkan pada warkat yang dikliringkan oleh
peserta kliring.
Sedangkan sistem semi
otomasi adalah kliring lokal yang perhitungan dan pembuatan bilyet saldo
kliring dilakukan secara otomasi melalui alat bantu komputer. Namun pemilihan
warkat tetap dilakukan secara manual oleh bank peserta kliring. Sementara
sistem kliring lokal yang dalam perhitungan dan pembuatan bilyet saldo kliring
dan pemilahan warkat dilakukan secara otomatis dengan bantuan komputer.
Mekanisme proses
kliring elektronik
·
Mempersiapkan warkat dan
dokumen kliring meliputi pemisahan warkat menurut jenis transaksinya (warkat
debet atau warkat kredit), pembubuhan stempel kliring dan pencantuman informasi
MICR code line baik pada warkat maupun pada dokumen kliring.
·
Selanjutnya Bank pengirim
merekam data warkat kliring ke dalam sistem TPK dengan menggunakan mesin reader
encoder atau meng-input data warkat untuk menghasilkan DKE.
·
Mengelompokkan warkat
dalam batch kemudian menyusunnya dalam bundel warkat yang terdiri dari:
BPWD/BPWK; Lembar Substitusi; Kartu Batch Warkat Debet/Kredit ; Warkat
Debet/Kredit.
·
Mengirimkan batch DKE
secara elektronik melalui JKD ke SPKE di penyelenggara. Fisik warkat dari DKE
selanjutnya dikirim ke penyelenggara untuk dipilah berdasarkan bank tertuju
secara otomasi dengan menggunakan mesin baca pilah berteknologi image.
·
Peserta dapat melihat
status DKE di TPK masingmasing, apakah pengiriman tersebut sukses atau gagal.
·
SPKE akan memproses DKE
yang diterima secara otomatis setelah batas waktu transmit DKE berakhir.
·
Selanjutnya SPKE akan
mem-broadcast informasi hasil kliring kepada seluruh TPK sehingga peserta dapat
secara on-line melihat posisi hasil kliring melalui TPK.
·
Hasil perhitungan DKE
tersebut (Bilyet Saldo Kliring) selanjutnya dibukukan ke rekening giro
masing-masing bank di sistem Bank Indonesia.
Informasi pada cek dan struktur kode MIR
Informasi pada cek dan struktur kode MIR
Di dalam chek code ini
terdapat berbagai informasi yyang berkaitan dengan transaksi nasabah. Mulai
dari Paye, Draw e, Draw bank, Drawer Account, Chek number, Amoun, Currency ,
Payee Bank Number, Payee account, Dat, Autorized signature of makers.
Pengertian
umum kliring adalah pertukaran warkat atau data keuangan elektronik antar bank
baik atas nama Bank maupun nasabah yang hasil perhitungannya diselesaikan pada
waktu tertentu. Penyelenggaraan kliring di Jakarta pada awalnya
dilaksanakan secara manual. Namun dalam perkembangannya, sejalan dengan
meningkatnya transaksi perekonomian nasional khususnya di Jakarta dimana pada
akhir tahun 1989 volume warkat telah mencapai 82.052 lembar warkat perhari
dengan jumlah bank peserta mencapai 613 bank. Hal ini menyebabkan
penyelenggaraan kliring secara manual dirasakan tidak efektif dan efisien lagi
dan suasana pertemuan kliring yang hiruk pikuk sering kali diibaratkan dengan
suasana “pasar burung”.
Melihat
kondisi tersebut, Direksi Bank Indonesia dengan SKBI No. 21/9/KEP/DIR tanggal
23 Mei 1988, kemudian menetapkan untuk mengubah sistem penyelenggaraan kliring
lokal Jakarta dari sistem manual menjadi sistem otomasi kliring. Meskipun
demikian baru pada tanggal 4 Juni 1990 sistem otomasi dapat diimplementasikan
untuk memproses kliring penyerahan. Sementara untuk proses kliring pengembalian
tetap dilakukan secara manual, sampai kemudian pada tahun 1994 diganti dengan
sistem semi otomasi yang kemudian dikenal dengan sebutan SOKL .
Pada
tahun 1996 rata-rata volume warkat kliring Jakarta mencapai 216.911 lembar per
hari, dengan pertumbuhahan rata-rata dalam tiga tahun sekitar 6%. Hal tersebut
menyebabkan meningkatnya tekanan dalam kegiatan proses warkat kliring baik di
bank peserta maupun di Bank Indonesia karena keterbatasan kemampuan sarana
kliring yang ada dibandingkan dengan peningkatan jumlah warkat kliring. Pada
gilirannya hambatan-hambatan tersebut menyebabkan terjadinya keterlambatan
dalam settlement
dan penyediaan informasi hasil kliring. Hal ini
berpotensi mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap bank dan merugikan
lembaga lain yang terkait serta menimbulkan efek negatif berantai (systemic
risk).
Sehubungan
dengan itu, sesuai acuan pokok pengembangan sistem pembayaran nasional (Blue
Print Sistem
Pembayaran Nasional Bank Indonesia;1995) yang antara lain memuat visi, kerangka
kebijakan dan langkah-langkah yang perlu dikembangkan dalam menciptakan sistem
pembayaran nasional yang lebih efektif, efisien, handal dan aman, maka pada
tahun 1996 konsep penyelenggaraan kliring lokal secara elektronik dengan
teknologi image mulai dikembangkan oleh Urusan Akunting dan Sistem
Pembayaran Bank Indonesia. Pada tanggal 18 September 1998, Bank Indonesia
mencatat sejarah baru dalam bidang sistem pembayaran dimana untuk pertama
kalinya di Indonesia diresmikan penggunaan Sistem Kliring Elektronik (SKE) oleh
Gubernur Bank Indonesia, DR. Syahril Sabirin. Penerapan SKE tersebut dilakukan
pada Penyelenggaraan Klring Lokal Jakarta dimana pada awal implementasi, jumlah
peserta yang ikut serta masih terbatas 7 bank peserta kliring (BRI, BDN, BII,
BCA, Deutsche Bank, Standard Chartered, Citibank) dan 2 peserta intern dari
Bank Indonesia (Bagian Akunting Thamrin dan Bagian Akunting Kota).
Keikutsertaan kantor-kantor bank dalam Kliring Elektronik dilakukan secara
bertahap sesuai dengan kesiapan teknis masing-masing peserta. Bagi kantorkantor
bank yang belum menjadi anggota Kliring Elektronik, perhitungan kliring tetap
menggunakan sistem kliring otomasi. Implementasi Kliring Elektronik secara
menyeluruh kepada seluruh peserta kliring di Jakarta baru dilaksanakan pada
tanggal 18 Juni 2001.
1. Warkat
Warkat merupakan alat pembayaran bukan tunai yang diperhitungkan
melalui kliring. Jenis warkat yang dapat diperhitungkan dalam kliring adalah :
1. Cek;
2. Bilyet Giro;
3. Wesel
Bank Untuk Transfer;
4. Surat Bukti Penerimaan Transfer;
5. Nota Debet; dan
6. Nota Kredit.
2. Dokumen Kliring
Dokumen kliring merupakan dokumen kontrol dan
berfungsi sebagai alat bantu dalam proses perhitungan kliring yang terdiri dari
:
1. Bukti Penyerahan Warkat Debet – Kliring
Penyerahan (BPWD).
2.
Bukti
Penyerahan Warkat Kredit – Kliring Penyerahan (BPWK).
3.
Kartu Batch Warkat Debet.
4.
Kartu
Batch warkat Kredit.
5.
Lembar Subsitusi.
Setiap
warkat dan dokumen kliring yang digunakan wajib memenuhi spesifikasi teknis
yang ditetapkan Bank Indonesia antara lain meliputi kualitas kertas, ukuran,
dan rancang bangun. Setiap pembuatan dan pencetakan warkat dan dokumen kliring
untuk pertama kali dan atau perubahannya oleh peserta wajib memperoleh
persetujuan secara tertulis dari Bank Indonesia Dalam Kliring Elektronik, agar
data pada warkat dan dokumen kliring dapat dibaca oleh mesin baca pilah yang
ada di Penyelenggara maka warkat dan dokumen kliring tersebut wajib dicantumkan
Magnetic Ink Character Recognition (MICR) code line. MICR adalah tinta magnetic
khusus yang dicantumkan pada clear band yang merupakan informasi dalam bentuk
angka dan symbol.
3. Penyelenggara Kliring
Siklus Kliring Nominal Besar, terdiri dari :
1. Kliring Penyerahan Nominal Besar.
2. Kliring Pengembalian Nominal Besar Kedua
kegiatan kliring tersebut dilakukan pada hari yang sama.
Siklus Kliring Ritel, terdiri dari :
1. Kliring Penyerahan Ritel.
2. Kliring Pengembalian Ritel
Kedua kegiatan kliring tersebut dilakukan pada tanggal yang berbeda yaitu
kegiatan kliring pada huruf b dilakukan pada hari kerja berikutnya setelah
kegiatan kliring pada huruf a dilaksanakan.
Bank
Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS)
Untuk
mendukung efektifitas implementasi kebijakan moneter dan untuk mempercepat
pemulihan industri perbankan, kebijakan system pembayaran akan diarahkan untuk
mempercepat pengembangan dan implementasi suatu system pembayaran yang efisien,
akurat, aman, dan konsisten melalui peningkatan kualitas layanan. Salah satu
cara untuk mencapai hal tersebut adalah melalui implemnetasi Real Time Gross
Settlement System (BI-RTGS) yang sudah dimulai sejak 17 November tahun 2000
di Jakarta. Tujuan RTGS:
1.
Memberikan
pelayanan sistem transfer dana antar peserta, antar nasabah peserta dan pihak
lainnya secara cepat, aman, dan efisien.
2.
Memberikan
kepastian pembayaran.
3.
Memperlancar
aliran pembayaran (payment flows).
4.
Mengurangi
resiko settlement baik bagi peserta maupun nasabah peserta (systemic risk).
5.
Meningkatkan
efektifitas pengelolaan dana (management fund) bagi peserta melalui
sentralisasi rekening giro.
6.
Memberikan
informasi yang mendukung kebijakan moneter dan early warning system bagi
pengawasan bank.
7.
Meningkatkan
efisiensi pasar uang.
Referensi
: