Diposting oleh
Maya Indah
komentar (0)
Ringkasan Surat Edaran Bank Indonesia
Peraturan
: Surat Edaran Bank
Indonesia No.15/11/DPNP tanggal 8 April 2013 perihal Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank
Umum
Berlaku
: Tanggal 8 April
2013
Latar Belakang Pengaturan:
· Surat
Edaran Bank Indonesia (SE BI) ini merupakan tindak lanjut dari telah
diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.14/16/PBI/2012 tanggal 23
November 2012 tentang Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Umum.
· SE BI ini
mengatur FPJP terkait dengan persyaratan pengajuan, tata cara pengajuan,
perhitungan nilai agunan, persetujuan, tata cara pelaksanaan pemberian,
pelunasan, eksekusi agunan, biaya pemberian dan pengawasan penggunaan
FPJP.
· Pada saat
SE BI ini mulai berlaku, SE BI No.10/39/DPM tanggal 14 November 2008 perihal
Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Umum dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
Substansi Pengaturan:
I. Persyaratan FPJP
1. Umum
a. Bank yang dapat mengajukan permohonan FPJP adalah Bank
yang:
1) mengalami
Kesulitan Pendanaan Jangka Pendek
2)
memiliki agunan yang berkualitas tinggi dengan nilai agunan yang mencukupi
3)
memiliki rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) paling rendah 8% dan memenuhi modal sesuai dengan profil risiko
Bank, berdasarkan perhitungan Bank Indonesia.
b. FPJP diberikan sebesar plafon FPJP yang dihitung
berdasarkan perkiraan jumlah kebutuhan likuiditas sampai dengan Bank memenuhi
GWM berdasarkan hasil analisis Bank Indonesia atas proyeksi arus kas yang
disampaikan oleh Bank.
c. Pencairan FPJP sebesar kebutuhan Bank untuk memenuhi
kewajiban GWM, selama memenuhi plafon dan jangka waktu FPJP.
d. Jangka waktu FPJP:
1)
Jangka waktu setiap FPJP paling lama 14 hari kalender.
2)
Jangka waktu FPJP dapat diperpanjang secara berturut-turut dengan jangka waktu
FPJP keseluruhan paling lama 90 hari kalender.
e. Biaya bunga
FPJP sebesar tingkat suku bunga Lending Facility ditambah 100 basis
poin.
2. Agunan FPJP
a. Bank menjamin FPJP dengan agunan
milik Bank berupa SBI, SBIS, SBN, Obligasi Korporasi dan/atau Aset Kredit.
b. Obligasi Korporasi hanya dapat
dijadikan agunan FPJP dalam hal:
1)
Bank memiliki SBI, SBIS, dan/atau SBN, namun tidak mencukupi untuk
menjadi agunan FPJP; atau
2) Bank
tidak memiliki SBI, SBIS, dan/atau SBN.
c. Aset Kredit hanya dapat dijadikan
agunan FPJP dalam hal:
1)
Bank memiliki SBI, SBIS, SBN, dan/atau Obligasi Korporasi, namun tidak
mencukupi untuk menjadi agunan FPJP; atau
2) Bank tidak
memiliki SBI, SBIS, SBN, dan/atau Obligasi Korporasi.
II. Pengajuan FPJP
1. Permohonan FPJP. Bank dapat
mengajukan permohonan FPJP paling cepat 7 (tujuh) hari kerja sebelum rencana
kebutuhan FPJP pada setiap hari kerja pukul 08.30 WIB sampai dengan 12.00 WIB.
2. Permohonan perpanjangan FPJP.
Apabila pada saat FPJP jatuh tempo Bank belum dapat melunasi pokok FPJP, Bank
dapat memperpanjang FPJP dengan perubahan jangka waktu dan/atau plafon FPJP
sesuai kebutuhan.
3. Permohonan Penambahan Plafon
FPJP. Apabila diperlukan, selama masa periode FPJP Bank dapat mengajukan
penambahan plafon FPJP sesuai kebutuhan, dengan ketentuan:
a.
Bank tidak dapat memenuhi kewajiban GWM berdasarkan perkiraan arus kas selama
periode FPJP;
b. Bank
memiliki agunan yang nilainya mencukupi dan memenuhi persyaratan; dan
c. Bank
memenuhi persyaratan Rasio KPMM dan sesuai profil risiko.
III. Perhitungan Nilai Agunan FPJP
1. Agunan berupa SBI dan/atau SBIS,
nilai agunan ditetapkan sebesar 100% dari plafon FPJP.
2. Agunan berupa SBN, nilai agunan
ditetapkan paling rendah sebesar 105% dari plafon FPJP,
3. Agunan berupa Obligasi Korporasi,
besarnya nilai agunan ditetapkan sebesar:
a. 120%
plafon FPJP yang dijamin dengan Obligasi Korporasi yang diterbitkan oleh Badan
Usaha Milik Negara (BUMN) dan/atau dijamin oleh pemerintah, dengan peringkat
teratas.
b. 135%
plafon FPJP yang dijamin dengan Obligasi Korporasi, dengan peringkat teratas.
c. 140%
plafon FPJP yang dijamin dengan Obligasi Korporasi, dengan peringkat kedua
teratas.
d. 145%
plafon FPJP yang dijamin dengan Obligasi Korporasi, dengan peringkat ketiga
teratas.
4. Agunan berupa Aset Kredit
a. Nilai
agunan ditetapkan berdasarkan nilai baki debet Aset Kredit 2 (dua) hari kerja
sebelum tanggal permohonan FPJP.
b. Besarnya
nilai agunan sebagaimana dimaksud pada huruf a ditetapkan 200% (dua ratus
persen) dari plafon FPJP yang dijamin dengan Aset Kredit.
IV. Persetujuan FPJP
Bank Indonesia menyetujui permohonan FPJP dalam hal:
1. Bank telah memenuhi persyaratan
dan kelengkapan dokumen untuk permohonan awal, penambahan dan/atau
perpanjangan FPJP.
2. Berdasarkan analisis Bank
Indonesia, diperkirakan bahwa Bank tidak dapat memenuhi kewajiban GWM
berdasarkan perkiraan arus kas yang disampaikan oleh Bank.
V. Pelaksanaan Pemberian FPJP
1. Pencairan FPJP. Dalam hal
permohonan FPJP disetujui, Bank Indonesia akan mencairkan pemberian FPJP
sebesar kekurangan GWM yang dihitung berdasarkan posisi harian saldo giro Bank
dan diberikan sepanjang tidak melebihi plafon FPJP yang disetujui.
2. Pemantauan FPJP
a. Bank
harus menyampaikan laporan kepada Bank Indonesia mengenai penggunaan FPJP dan
kondisi likuiditas Bank pada setiap akhir hari kerja.
b. Bank
melakukan perhitungan rasio KPMM secara harian selama periode pemberian FPJP.
c. Bank
melakukan penilaian dan pemantauan pemenuhan persyaratan agunan terhadap
seluruh agunan FPJP secara harian.
d.
Penghentian pencairan FPJP. Bank Indonesia akan menghentikan pencairan FPJP
dalam hal:
1) hasil perhitungan rasio KPMM bank
di bawah 8% dan profil resiko Bank
2) terjadi penurunan nilai agunan
FPJP dengan kondisi sebagai berikut:
a)
Bank tidak dapat menyerahkan agunan untuk menambah dan/atau mengganti agunan
FPJP
b) Bank
masih memiliki sisa plafon yang lebih besar daripada penurunan nilai agunan.
e.
Pengakhiran FPJP, Bank Indonesia akan mengakhiri perjanjian FPJP dalam hal:
1) terjadi penurunan nilai agunan
pada saat periode penghentian pencairan FPJP sehingga nilai sisa plafon lebih
kecil dibandingkan dengan nilai penurunan agunan
2) terjadi penurunan nilai agunan
FPJP dengan kondisi sebagai berikut:
a) Bank
tidak dapat menyerahkan agunan untuk menambah dan/atau mengganti agunan FPJP
setelah jangka waktu berakhir; dan
b) Bank
masih memiliki sisa plafon yang belum digunakan lebih kecil daripada penurunan
nilai agunannya atau Bank sudah menggunakan seluruh plafon FPJP
VI. Pelunasan FPJP
1. Apabila selama jangka waktu pemberian FPJP
saldo rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia melebihi kewajiban GWM, Bank
Indonesia akan mendebet rekening giro Rupiah Bank sebesar kelebihan GWM
tersebut sebagai pelunasan keseluruhan atau sebagian nilai pokok FPJP.
2. Pada saat FPJP jatuh tempo, Bank Indonesia
mendebet Rekening Giro Rupiah Bank di Bank Indonesia dengan mendahulukan
pembayaran biaya bunga FPJP kemudian pelunasan pokok FPJP.
VII. Eksekusi Agunan FPJP
Bank Indonesia melakukan eksekusi agunan FPJP dalam hal:
1. FPJP jatuh tempo dan tidak
terdapat perpanjangan FPJP, atau perjanjian FPJP diakhiri; dan
2. saldo Rekening Giro Rupiah Bank
di Bank Indonesia tidak mencukupi untuk melunasi biaya bunga dan/atau nilai
pokok FPJP.
VIII. Biaya FPJP
Biaya yang timbul sehubungan dengan pemberian FPJP menjadi
beban Bank penerima FPJP, antara lain berupa:
1. biaya bunga FPJP sampai dengan
FPJP dilunasi;
2. biaya pembuatan akta perjanjian
FPJP dan pengikatan agunan FPJP;
3. biaya transaksi, biaya kustodian
dan biaya lainnya yang timbul atas pengagunan Obligasi Korporasi di otoritas penatausahaan surat
berharga dimaksud;
4. biaya proses eksekusi agunan;
5. biaya lainnya terkait pemberian
FPJP.
Diposting oleh
Maya Indah
komentar (0)
Jenis
Bank Berdasarkan Kegiatan Operasionalnya :
1.
Bank Konvensional
Pengertian kata “konvensional”
menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah “menurut apa yang sudah menjadi
kebiasaan”. Sementara itu, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah
“berdasarkan kesepakatan umum” seperti adat, kebiasaan, kelaziman.
Berdasarkan pengertian itu, bank
konvensional adalah bank yang dalam operasionalnya menerapkan metode bunga,
karena metode bunga sudah ada terlebih dahulu, menjadi kebiasaan dan telah
dipakai secara meluas dibandingkan dengan metode bagi hasil.
Bank konvensional pada umumnya
beroperasi dengan mengeluarkan produk-produk untuk menyerap dana masyarakat
antara lain tabungan, simpanan deposito, simpanan giro; menyalurkan dana yang
telah dihimpun dengan cara mengeluarkan kredit antara lain kredit investasi,
kredit modal kerja, kredit konsumtif, kredit jangka pendek; dan pelayanan jasa
keuangan antara lain kliring, inkaso, kiriman uang, Letter of Credit, dan
jasa-jasa lainnya seperti jual beli surat berharga, bank draft, wali amanat,
penjamin emisi, dan perdagangan efek.
Bank konvensional dapat
memperoleh dana dari pihak luar, misalnya dari nasabah berupa rekening giro,
deposit on call, sertifikat deposito, dana transfer, saham, dan obligasi.
Sumber ini merupakan pendapatan bank yang paling besar. Pendapatan bank tersebut,
kemudian dialokasikan untuk cadangan primer, cadangan sekunder, penyaluran
kredit, dan investasi. Bank konvensional contohnya bank umum dan BPR. Kedua
jenis bank tersebut telah kalian pelajari pada subbab sebelumnya.
2.
Bank Syariah
Sekarang ini banyak berkembang
bank syariah.
Bank syariah muncul di Indonesia
pada awal tahun 1990-an. Pemrakarsa pendirian bank syariah di Indonesia
dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tanggal 18 – 20 Agustus 1990.
Bank syariah adalah bank yang
beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam, maksudnya adalah bank
yang dalam operasinya mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam, khususnya
yang menyangkut tata cara bermuamalah secara Islam.
Falsafah dasar beroperasinya bank
syariah yang menjiwai seluruh hubungan transaksinya adalah efesiensi, keadilan,
dan kebersamaan. Efisiensi mengacu pada prinsip saling membantu secara sinergis
untuk memperoleh keuntungan sebesar mungkin.
Keadilan mengacu pada hubungan
yang tidak dicurangi, ikhlas, dengan persetujuan yang matang atas proporsi
masukan dan keluarannya. Kebersamaan mengacu pada prinsip saling menawarkan
bantuan dan nasihat untuk saling meningkatkan produktivitas.
Kegiatan bank syariah dalam hal
penentuan harga produknya sangat berbeda dengan bank konvensional.
Penentuan harga bagi bank syariah
didasarkan pada kesepakatan antara bank dengan nasabah penyimpan dana
sesuai dengan jenis simpanan dan jangka waktunya, yang akan menentukan besar
kecilnya porsi bagi hasil yang akan diterima penyimpan. Berikut ini prinsip-prinsip
yang berlaku pada bank syariah.
a) Pembiayaan berdasarkan prinsip
bagi hasil (mudharabah).
b) Pembiayaan berdasarkan prinsip
penyertaan modal (musharakah).
c) Prinsip jual beli barang
dengan memperoleh keuntungan (murabahah).
d) Pembiayaan barang modal
berdasarkan sewa murni tanpa pilihan (ijarah).
e) Pilihan pemindahan kepemilikan
atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).
Dalam rangka menjalankan
kegiatannya, bank syariah harus berlandaskan pada Alquran dan hadis. Bank
syariah mengharamkan penggunaan harga produknya dengan bunga tertentu. Bagi
bank syariah, bunga bank adalah riba.
Diposting oleh
Maya Indah
komentar (1)
Bank adalah sebuah lembaga intermediasi keuangan umumnya didirikan dengan kewenangan untuk menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan menerbitkan promes atau yang dikenal sebagai banknote. Kata bank berasal dari bahasa Italia banca berarti tempat penukaran uang Sedangkan menurut Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tanggal 10 November 1998 tentang perbankan, yang dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Pengertian bank :
badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau
bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak
(bank).
Pengertian bank umum :
bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan
atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam
lalu lintas pembayaran; sin, bank komersial (commercial bank/full service bank).
Jenis Bank Berdasarkan Fungsinya
1 ) Bank Sentral
Bank sentral yang dimaksud adalah Bank Indonesia.
Bank Indonesia adalah lembaga negara yang independen dalam melaksanakan
tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan pemerintah dan atau pihak lain,
kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang ini.
2 ) Bank Umum
Pengertian bank umum menurut Peraturan Bank Indonesia No.
9/7/PBI/2007 adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional
dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa
dalam lalu lintas pembayaran. Jasa yang diberikan oleh bank umum bersifat umum,
artinya dapat memberikan seluruh jasa perbankan yang ada. Bank umum sering
disebut bank komersial (commercial bank).
3 ) Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
BPR adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Kegiatan BPR jauh lebih sempit
jika dibandingkan dengan kegiatan bank umum.
Diposting oleh
Maya Indah
komentar (0)
Bank diklasifikasi berdasarkan berbagai macam
perspektif, yaitu:
1. Segi fungsinya,
2. Segi kepemilikannya,
3. Segi status,
4. Segi penentuan harganya.
1. Segi fungsinya,
2. Segi kepemilikannya,
3. Segi status,
4. Segi penentuan harganya.
Berdasarkan segi fungsinya, bank diklasifikasi menjadi:
1.Bank umum (komersial + syariah): bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberi-kan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
2.BPR: bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasar-kan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Berdasarkan segi kepemilikannya, bank diklasifikasi menjadi:
1. Bank Pemerintah: bank yang sebagian besar modalnya dimiliki oleh pemerintah, baik pusat maupun daerah;
2. Bank swasta nasional: bank yang seba-gian besar modalnya dimiliki oleh swasta nasional Indonesia;
3. Bank koperasi: bank yang sebagian besar atau seluruh modalnya dimiliki oleh perusahaan berbadan hukum koperasi;
4. Bank asing: bank yang sebagian besar atau seluruh modalnya dimiliki oleh asing, baik swasta maupun pemerintah asing.
5. Bank campuran: bank yang modalnya dimiliki swasta nasional Indonesia dan asing, dan pada umumnya sebagian besar sahamnya dimiliki oleh swasta Indonesia.
Berdasarkan segi statusnya, bank diklasifikasi menjadi :
1. Bank devisa: bank yang melaksanakan transaksi luar negeri atau transaksinya berhubungan dengan valas.
2. Bank nondevisa: bank yang tidak diperbolehkan melakukan transaksi dengan luar negeri atau berkaitan dengan valas.
Berdasarkan segi penentuan harganya, bank diklasifikasi menjadi :
1. Bank konvensional: bank yang dalam menentukan harganya menetapkan suatu tingkat bunga tertentu, baik untuk dana yang dikumpulkan maupun disalurkan.
2. Bank syariah: bank yang penentuan harganya tidak menetapkan suatu tingkat bunga tertentu tetapi didasarkan pada prinsip-prinsip syariah.
Pengklasifikasian bank ini tidak dapat secara kaku diterapkan saat ini, mengingat fenomena kepemilikan bank di Indonesia pasca krisis ekonomi 1998 sangat rumit.
Diposting oleh
Maya Indah
komentar (0)
Babak baru dalam sejarah Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dimulai ketika sebuah undang-undang baru, yaitu UU No. 23/1999 tentang Bank Indonesia, dinyatakan berlaku pada tanggal 17 Mei 1999 dan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia No. 6/ 2009. Undang-undang ini memberikan status dan kedudukan sebagai suatu lembaga negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan Pemerintah dan/atau pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang ini.
Bank Indonesia mempunyai otonomi penuh dalam merumuskan dan melaksanakan setiap tugas dan wewenangnya sebagaimana ditentukan dalam undang-undang tersebut. Pihak luar tidak dibenarkan mencampuri pelaksanaan tugas Bank Indonesia, dan Bank Indonesia juga berkewajiban untuk menolak atau mengabaikan intervensi dalam bentuk apapun dari pihak manapun juga.
Status dan kedudukan yang khusus tersebut diperlukan agar Bank Indonesia dapat melaksanakan peran dan fungsinya sebagai otoritas moneter secara lebih efektif dan efisien.
:: Sebagai Badan Hukum
Status Bank Indonesia baik sebagai badan hukum publik maupun badan hukum perdata ditetapkan dengan undang-undang. Sebagai badan hukum publik Bank Indonesia berwenang menetapkan peraturan-peraturan hukum yang merupakan pelaksanaan dari undang-undang yang mengikat seluruh masyarakat luas sesuai dengan tugas dan wewenangnya. Sebagai badan hukum perdata, Bank Indonesia dapat bertindak untuk dan atas nama sendiri di dalam maupun di luar pengadilan.
Diposting oleh
Maya Indah
komentar (0)
TUGAS BANK INDONESIA
:: Tiga Pilar Utama
Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Indonesia didukung oleh tiga
pilar yang merupakan tiga bidang tugasnya. Ketiga bidang tugas tersebut (klik
pada gambar dibawah) perlu diintegrasi agar tujuan mencapai dan memelihara
kestabilan nilai rupiah dapat dicapai secara efektif dan efisien.
PILAR 1. MENETAPKAN DAN MELAKSANAKAN KEBIJAKAN MONETER
Sebagai otoritas moneter, Bank Indonesia
menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter untuk mencapai dan memelihara
kestabilan nilai rupiah. Arah kebijakan didasarkan pada sasaran laju inflasi
yang ingin dicapai dengan memperhatikan berbagai sasaran ekonomi makro lainnya,
baik dalam jangka pendek, menengah, maupun panjang.
Implementasi kebijakan moneter dilakukan
dengan menetapkan suku bunga (BI Rate).
Perkembangan indikator tersebut dikendalikan
melalui piranti moneter tidak langsung, yaitu menggunakan operasi pasar
terbuka, penentuan tingkat diskonto, dan penetapan cadangan wajib minimum bagi
perbankan.
Pendekatan pegendalian moneter secara tidak
langsung ini telah dilakukan sejak 1983 dengan mekanisme operasional yang
disesuaikan dengan dinamika perkembangan pasar uang di dalam negeri.
:: Operasi Pasar Terbuka
Operasi Pasar Terbuka (OPT) dilaksanakan untuk
mempengaruhi likuiditas rupiah di pasar uang, yang pada gilirannya akan
mempengaruhi tingkat suku bunga. OPT dilakukan melalui dua cara, yaitu melalui
penjualan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Intervensi Rupiah.
Penjualan SBI dilakukan melalui lelang
sehingga tingkat diskonto yang terjadi benar-benar mencerminkan kondisi
likuiditas pasar uang. Sedangkan kegiatan intervensi rupiah dilakukan oleh Bank
Indonesia untuk menyesuaikan kondisi pasar uang, baik likuiditas maupun tingkat
suku bunga.
:: Penetapan Cadangan Wajib Minimum
Kebijakan ini mewajibkan setiap bank
mencadangkan sejumlah aktiva lancar yang besarnya adalah persentasi tertentu
dari kewajiban segeranya. Saat ini, kebijakan ini tertuang dalam ketentuan Giro
Wajib Minimum (GWM) sebesar 5% dari dana pihak ketiga yang diterima bank, yang
wajib dipelihara dalam rekening bank yang bersangkutan di Bank Indonesia.
Apabila Bank Indonesia memandang perlu untuk
mengetatkan kebijakan moneter maka cadangan wajib tersebut dapat ditingkatkan,
dan demikian pula sebaliknya.
:: Peran sebagai Lender of The Last Resort
Bank Indonesia juga berfungsi sebagai lender
of the last resort. Dalam melaksanakan fungsi ini, Bank Indonesia dapat
memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah kepada bank yang
mengalami kesulitan likuiditas jangka pendek yang disebabkan oleh terjadinya
mismatch dalam pengelolaan dana. Pinjaman tersebut berjangka waktu maksimal 90
hari, dan bank penerima pinjaman wajib menyediakan agunan yang berkualitas
tinggi serta mudah dicairkan dengan nilai sekurang-kurangnya sama dengan jumlah
pinjaman.
:: Kebijakan Nilai Tukar
Nilai tukar yang lazim disebut kurs, mempunyai
peran penting dalam rangka tercapainya stabilitas moneter dan dalam mendukung
kegiatan ekonomi. Nilai tukar yang stabil diperlukan untuk terciptanya iklim
yang kondusif bagi peningkatan kegiatan dunia usaha.
Secara garis besar, sejak tahun 1970,
Indonesia telah menerapkan tiga sistem nilai tukar, yaitu sistem nilai tukar
tetap mulai tahun 1970 sampai tahun 1978, sistem nilai tukar mengambang
terkendali sejak tahun 1978, dan sistem nilai tukar mengambang bebas (free
floating exchange rate system) sejak 14 Agustus 1997.
Dengan diberlakukannya sistem yang terakhir
ini, nilai tukar rupiah sepenuhnya ditentukan oleh pasar sehingga kurs yang
berlaku adalah benar-benar pencerminan keseimbangan antara kekuatan penawaran
dan permintaan.
Untuk menjaga stabilitas nilai tukar, Bank Indonesia pada
waktu-waktu tertentu melakukan sterilisasi di pasar valuta asing, khususnya
pada saat terjadi gejolak kurs yang berlebihan.
:: Pengelolaan Cadangan Devisa
Cadangan devisa merupakan posisi bersih aktiva
luar negeri Pemerintah dan bank-bank devisa, yang harus dipelihara untuk
keperluan transaksi internasional.
Dalam mengelola cadangan devisa ini, Bank
Indonesia lebih mengutamakan tercapainya tujuan likuiditas dan keamanan
daripada keuntungan yang tinggi. Walaupun demikian, Bank Indonesia tetap
mempertimbangkan perkembangan yang terjadi di pasar internasional, sehingga
tidak tertutup kemungkinan terjadinya pergeseran dalam portfolio komposisi
jenis penempatan cadangan devisa.
Dalam mengelola cadangan devisa yang optimal,
Bank Indonesia menerapkan sistem diversifikasi, baik berdasarkan jenis valuta
asing maupun berdasarkan jenis investasi surat berharga. Dengan cara tersebut
diharapkan penurunan nilai dalam salah satu mata uang dapat dikompensasi oleh
jenis mata uang lainnya atau penempatan lain yang mempunyai nilai yang lebih
baik.
:: Kredit Program
Dengan status Bank Indonesia sebagai otoritas
moneter yang independen, pemberian kredit program yang selama ini dilakukan
selanjutnya berada di luar lingkup tugas Bank Indonesia.
Tugas pemberian kredit program akan dilakukan
oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang ditunjuk Pemerintah. Pengalihan tugas
ini dimaksudkan agar Bank Indonesia dapat lebih memfokuskan perhatian pada
pencapaian sasaran-sasaran moneter serta agar dapat tercipta pembagian tugas
yang baik antara Pemerintah dan Bank Indonesia.
PILAR 2. MENGATUR DAN MENJAGA KELANCARAN SISTEM PEMBAYARAN
Sesuai dengan Undang- Undang No. 23 Tahun 1999
tentang Bank Indonesia, salah satu tugas Bank Indonesia adalah mengatur dan
menjaga kelancaran sistem pembayaran. Di bidang sistem pembayaran Bank
Indonesia merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan dan
mengedarkan uang rupiah serta mencabut, menarik dan memusnahkan uang dari
peredaran. Disisi lain dalam rangka mengatur dan menjaga kelancaran sistem
pembayaran Bank Indonesia berwenang melaksanakan, memberi persetujuan dan
perizinan atas penyelenggaraan jasa sistem pembayaran seperti sistem transfer
dana baik yang bersifat real time, sistem kliring maupun sistem pembayaran
lainnya misalnya sistem pembayaran berbasis kartu.
Untuk mewujudkan suatu sistem pembayaran yang
efisien, cepat, aman dan handal, Bank Indonesia secara terus menerus melakukan
pengembangan sesuai dengan acuan yang ditetapkan yaitu Blue Print Sistem
Pembayaran Nasional. Pengembangan tersebut direalisasikan dalam bentuk
kebijakan dan ketentuan yang diarahkan pada pengurangan risiko pembayaran antar
bank dan peningkatan efisiensi pelayanan jasa sistem pembayaran.
Pada sistem pembayaran non tunai, saat ini
penyediaan layanan jasa pembayaran sebagian besar dilakukan oleh perbankan baik
melalui rekening bank di Bank Indonesia, hubungan bilateral antar bank maupun
melalui jaringan internal bank yang dimilikinya. Layanan pembayaran dana antar
nasabah tersebut biasanya dilakukan melalui transfer elektronik, sistem kliring
maupun melalui sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS). Dari
sisi piranti pembayaran, secara historis sistem pembayaran non tunai di
Indonesia didominasi oleh piranti pembayaran berbasis warkat, namun dalam
perkembangannya piranti elektronik mulai banyak berperan terutama sejak
dioperasikannya sistem BI-RTGS pada bulan November untuk penyelesaian transaksi
bernilai besar atau urgent.
Sementara itu dalam kaitannya dengan
pengawasan sistem pembayaran, Bank Indonesia memiliki tanggung jawab agar
masyarakat luas dapat memperoleh jasa sistem pembayaran yang efisien, cepat,
tepat dan aman. Fungsi pengawasan sistem pembayaran ini selain berwenang untuk
memberikan izin operasional terhadap pihak yang menyelenggarakan kegiatan di
bidang sistem pembayaran juga berwenang untuk melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan
sistem pembayaran baik yang dilakukan oleh Bank Indonesia maupun pihak lain di
luar Bank Indonesia.
PILAR 3. MENGATUR DAN MENGAWASI BANK
Dalam rangka tugas mengatur dan mengawasi
perbankan, Bank Indonesia menetapkan peraturan, memberikan dan mencabut izin
atas kelembagaan atau kegiatan usaha tertentu dari bank, melaksanakan
pengawasan atas bank, dan mengenakan sanksi terhadap bank sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam pelaksanaan tugas ini, Bank Indonesia
berwenang menetapkan ketentuan-ketentuan perbankan dengan menjunjung tinggi
prinsip kehati-hatian.
Berkaitan dengan kewenangan di bidang
perizinan, selain memberikan dan mencabut izin usaha bank, Bank Indonesia juga
dapat memberikan izin pembukaan, penutupan dan pemindahan kantor bank,
memberikan persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan bank, serta memberikan
izin kepada bank untuk menjalankan kegiatan-kegiatan usaha tertentu.
Di bidang pengawasan, Bank Indonesia melakukan
pengawasan langsung maupun tidak langsung. Pengawasan langsung dilakukan baik
dalam bentuk pemeriksaan secara berkala maupun sewaktu-waktu bila diperlukan.
Pengawasan tidak langsung dilakukan melalui penelitian, analisis dan evaluasi
terhadap laporan yang disampaikan oleh bank
:: Upaya Restrukturisasi Perbankan
Sebagai upaya membangun kembali kepercayaan
masyarakat terhadap sistem keuangan dan perekonomian Indonesia, Bank Indonesia
telah menempuh langkah restrukturisasi perbankan yang komprehensif. Langkah ini
mutlak diperlukan guna memfungsikan kembali perbankan sebagai lembaga perantara
yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi, disamping sekaligus meningkatkan
efektivitas pelaksanaan kebijakan moneter.
Restrukturisasi perbankan tersebut dilakukan
melalui upaya memulihkan kepercayaan masyarakat, program rekapitalisasi,
program restrukturisasi kredit, penyempurnaan ketentuan perbankan, dan
peningkatan fungsi pengawasan bank.
FUNGSI BANK INDONESIA
Fungsi bank
secara umum adalah menghimpun dana dari masyrakat luas (funding) dan
menyalurkan dalam bentuk pinjaman atau kredit (lending) untuk berbagai tujuan.
Tetapi sebenarnya fungsi bank dapat dijelaskan dengan lebih spesifik seperti
yang diungkapkan oleh Y. Sri Susilo, Sigit Triandaru, dan A. Totok Budi Santoso
(2006), yaitu sebagai berikut :
1.
Agent of Trust
Dasar utama kegiatan perbankan adalah trust
atau kepercayaan, baik dalam hal menghimpun dana maupun penyaluran dana.
2.
Agent of Development
Kelancaran kegiatan investasi, distribusi,
konsumsi ini tidak lain adalah kegiatan pembangunan perekonomian masyarakat.
3.
Agent of Service
Selain menghimpun dan menyalurkan dana, bank
juga memberikan penawaran jasa-jasa perbankan yang lain kepada masyarakat
seperti jasa pengiriman uang , jasa penitipan barang berharga, dll.
PERAN BANK INDONESIA DALAM STABILITAS KEUANGAN
Sebagai otoritas moneter, perbankan dan sistem
pembayaran, tugas utama Bank Indonesia tidak saja menjaga stabilitas moneter,
namun juga stabilitas sistem keuangan (perbankan dan sistem pembayaran).
Keberhasilan Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas moneter tanpa diikuti oleh
stabilitas sistem keuangan, tidak akan banyak artinya dalam mendukung
pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Stabilitas moneter dan stabilitas
keuangan ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Kebijakan
moneter memiliki dampak yang signifikan terhadap stabilitas keuangan begitu
pula sebaliknya, stabilitas keuangan merupakan pilar yang mendasari efektivitas
kebijakan moneter. Sistem keuangan merupakan salah satu alur transmisi
kebijakan moneter, sehingga bila terjadi ketidakstabilan sistem keuangan maka
transmisi kebijakan moneter tidak dapat berjalan secara normal. Sebaliknya,
ketidakstabilan moneter secara fundamental akan mempengaruhi stabilitas sistem
keuangan akibat tidak efektifnya fungsi sistem keuangan. Inilah yang menjadi latar
belakang mengapa stabilitas sistem keuangan juga masih merupakan tugas
dan tanggung jawab Bank Indonesia.
Pertanyaannya, bagaimana peranan Bank
Indonesia dalam memelihara stabilitas sistem keuangan? Sebagai bank sentral,
Bank Indonesia memiliki lima peran utama dalam menjaga stabilitas sistem
keuangan. Kelima peran utama yang mencakup kebijakan dan instrumen dalam
menjaga stabilitas sistem keuangan itu adalah:
Pertama, Bank Indonesia memiliki tugas untuk menjaga stabilitas
moneter antara lain melalui instrumen suku bunga dalam operasi pasar terbuka.
Bank Indonesia dituntut untuk mampu menetapkan kebijakan moneter secara tepat
dan berimbang. Hal ini mengingat gangguan stabilitas moneter memiliki dampak
langsung terhadap berbagai aspek ekonomi. Kebijakan moneter melalui
penerapan suku bunga yang terlalu ketat, akan cenderung bersifat mematikan
kegiatan ekonomi. Begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu, untuk menciptakan
stabilitas moneter, Bank Indonesia telah menerapkan suatu kebijakan yang
disebut inflation targeting
framework.
Kedua, Bank Indonesia memiliki peran vital dalam menciptakan
kinerja lembaga keuangan yang sehat, khususnya perbankan. Penciptaan kinerja
lembaga perbankan seperti itu dilakukan melalui mekanisme pengawasan dan regulasi.
Seperti halnya di negara-negara lain, sektor perbankan memiliki pangsa yang
dominan dalam sistem keuangan. Oleh sebab itu, kegagalan di sektor ini dapat
menimbulkan ketidakstabilan keuangan dan mengganggu perekonomian. Untuk
mencegah terjadinya kegagalan tersebut, sistem pengawasan dan kebijakan
perbankan yang efektif haruslah ditegakkan. Selain itu, disiplin pasar melalui
kewenangan dalam pengawasan dan pembuat kebijakan serta penegakan hukum (law
enforcement) harus dijalankan. Bukti yang ada menunjukkan bahwa
negara-negara yang menerapkan disiplin pasar, memiliki stabilitas sistem
keuangan yang kokoh. Sementara itu, upaya penegakan hukum (law enforcement)
dimaksudkan untuk melindungi perbankan dan stakeholder serta sekaligus
mendorong kepercayaan terhadap sistem keuangan. Untuk menciptakan stabilitas di
sektor perbankan secara berkelanjutan, Bank Indonesia telah menyusun Arsitektur Perbankan Indonesia dan rencana implementasi Basel II.
Ketiga, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk mengatur dan
menjaga kelancaran sistem pembayaran.
Bila terjadi gagal bayar (failure to settle) pada salah satu peserta
dalam sistem sistem pembayaran, maka akan timbul risiko potensial yang cukup
serius dan mengganggu kelancaran sistem pembayaran. Kegagalan tersebut dapat
menimbulkan risiko yang bersifat menular (contagion risk) sehingga
menimbulkan gangguan yang bersifat sistemik. Bank Indonesia mengembangkan
mekanisme dan pengaturan untuk mengurangi risiko dalam sistem pembayaran yang
cenderung semakin meningkat. Antara lain dengan menerapkan sistem pembayaran
yang bersifat real time atau dikenal dengan nama sistem RTGS (Real
Time Gross Settlement) yang dapat lebih meningkatkan keamanan dan
kecepatan sistem pembayaran. Sebagai otoritas dalam sistem pembayaran, Bank
Indonesia memiliki informasi dan keahlian untuk mengidentifikasi risiko
potensial dalam sistem pembayaran.
Keempat, melalui fungsinya dalam riset dan pemantauan, Bank
Indonesia dapat mengakses informasi-informasi yang dinilai mengancam stabilitas
keuangan. Melalui pemantauan secara macroprudential, Bank Indonesia
dapat memonitor kerentanan sektor keuangan dan mendeteksi potensi kejutan (potential
shock) yang berdampak pada stabilitas sistem keuangan. Melalui riset, Bank
Indonesia dapat mengembangkan instrumen dan indikator macroprudential untuk mendeteksi kerentanan sektor
keuangan. Hasil riset dan pemantauan tersebut, selanjutnya akan menjadi
rekomendasi bagi otoritas terkait dalam mengambil langkah-langkah yang tepat
untuk meredam gangguan dalam sektor keuangan.
Kelima, Bank Indonesia memiliki fungsi sebagai jaring pengaman
sistim keuangan melalui fungsi bank sentral sebagai lender of the last resort (LoLR). Fungsi LoLR merupakan peran
tradisional Bank Indonesia sebagai bank sentral dalam mengelola krisis guna
menghindari terjadinya ketidakstabilan sistem keuangan. Fungsi sebagai LoLR
mencakup penyediaan likuiditas pada kondisi normal maupun krisis. Fungsi ini
hanya diberikan kepada bank yang menghadapi masalah likuiditas dan berpotensi
memicu terjadinya krisis yang bersifat sistemik. Pada kondisi normal, fungsi
LoLR dapat diterapkan pada bank yang mengalami kesulitan likuiditas temporer
namun masih memiliki kemampuan untuk membayar kembali. Dalam menjalankan
fungsinya sebagai LoLR, Bank Indonesia harus menghindari terjadinya moral
hazard. Oleh karena itu, pertimbangan risiko sistemik dan persyaratan yang
ketat harus diterapkan dalam penyediaan likuiditas tersebut.
Sumber :
http://www.bi.go.id/web/id/Perbankan/Stabilitas+Sistem+Keuangan/Peran+Bank+Indonesia/Peran+BI
http://kadandia.blogspot.com/2012/03/klasifikasi-bank.html?m=1