Diposting oleh
Maya Indah
komentar (0)
1.
Pengertian sistem pengendalian intern
Sistem
informasi akuntansi sebagai sistem yang terbuka tidak bisa dijamin sebagai
suatu sistem yangbebas dari kesalahan maupun kecurangan. Pengendalian intern
yang baik merupakan cara bagisuatu sistem untuk melindungi diri dari
tindakan-tindakan yang merugikan. Dalam arti sempit, pengendalian internhanya
dibatasi pada kegiatan pengecekan, penjumlahan, baik penjumlahan mendatar
maupun penjumlahan menurun.
Pengendalian
intern secara luas, diantaranya ;
a.
Batasan pengendalian intern, sebagai suatu sistem pengendalian yang meliputi
struktur organisasi beserta semua metode dan ukuran yang diterapkan dalam
perusahaan, dengan tujuan untuk :
1.
mengamankan
aktiva perusahaan
2.
mengecek
kecermatan dan ketelitian data akuntansi
3.
meningkatkan
efisiensi
4.
mendorong
agar kebijakan manajemen dipatuhi oleh segenap jajaran organisasi
Ringkasnya
bahwa pengendalian intern tidak hanya meliputii pekerjaan pengecekan tetapi
juga meliputi semua sistem kerja yang terjadi dalam perusahaan dalam upaya mencapai
tujuan perusahaan.
Dari
definisi pengendalian intern yang dikemukakan tersebut diatas dapat
ditemukan beberapa konsep dasar berikut :
·
Pengendalian
intern merupakan suatu proses untuk mencapai tujuan tertentu, atau merupakan
suatu rangkaian tindakan yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan
·
Pengendalian
intern bukan hanya terdiri dari pedoman, kebijakan, formulir, namun dijalankan
oleh orang dari setiap jenjang organisasi, yang mencakup dewan komisaris,
manajemen dan personil lain.
·
Pengendalian
intern diharapkan mampu memberikan keyakinan memadai, bukan keyakinan mutlak
bagi manajemen dan dewan komisaris entitas. Keterbatasan yang melekat dalam
semua sistem pengendalian intern dan pertimbangan manfaat serta pengorbanan
dalam pencapaian tujuan pengendalian, menyebabkan pengendalian intern tidak
dapat memberikan keyakinan mutlak.
·
Pengendalian
intern ditujukan untuk mencapai tujuan yang saling berkaitan yaitu pelaporan
keuangan, kepatuhan dan operasi.
Sistem
pengendaliaan intern meliputi struktur organisasi, metode, dan ukuran yang
diorganisasikan untuk menjaga kekayaan organisasi, mengecek ketelitian dan
kehandalan data akuntansi, mendorong efisiensi untuk dipatuhinya kebijakan
manajemen. Sistem pengendalian intern merupakan kebijakan, praktik, dan prosedur
yang digunakan organisasi untuk mencapai empat tujuan utama :
1.
Untuk
menjaga aktiva perusahaan
2.
Untuk
memastikan akurasi dan dapat diandalkan catatan dan informasi akuntansi
3.
Untuk
mempromosikan efisiensi operasi perusahaan
4.
Untuk
mengukur kesesuaian kebijakan dan prosedur yang telah ditetapkan oleh
manajemen.
Berangkat
dari tujuan diatas, maka sistem pengendalian intern dapat dikelompokkan menjadi
dua bagian, yaitu :
a)
Pengendalian intern akuntansi (internal accounting control)
Pengendalian
intern akuntansi meliputi persetujuan, pemisahan antara fungsi operasi,
penyimpanan dan pencatatan serta pengawasan fisik atas kekayaan.
b)
Pengendalian intern administrasi (internal administratife control)
Pengendalian
intern administrasi meliputi peningkatan efisiensi usaha, dan mendorong
dipatuhinya kebijakan pimpinan, misalnya analisis statistik, studi waktu dan
gerak, program pelatihan, dan pengendalian mutu kegiatan perusahaan .
2.
Karakteristik sistem pengendalian intern
Kehandalan
sistem pengendalian intern harus dilandasi dengan karakteristik dari sistem
tersebut yaitu :
·
Adanya
pendelegasian wewenang kepada petugas tertentu untuk menyetujui transaksi dan
penetapan tugas, pengecekan kepada petugas yang lain untuk mengetahui bahwa transaksi
telah disetujui oleh petugas yang berwenang.
·
Adanya
penyelenggaraan akuntansi sedemikian rupa sehingga mudah di cek.
·
Adanya
pendelegasian secara fisik yang tepat, termasuk penjagaan berganda terhadap
aktiva yang dimiliki.
·
Adanya
perifikasi secara periodik terhadap eksistensi aktiva yang dicatat.
·
Memiliki
pegawai yang cakap, mempunyai kemampuan dan latihan yang cukup, sesuai dengan
tingkat pertanggungjawabannya.
·
Adanya
pemisahan fungsi penyimpanan aktiva dari fungsi pencatatan, dan dari
pelaksanaan transaksi yang bersangkutan.
3.
Pengendalian intern dalam Sistem Informasi Akuntansi Pembelian
Unsur-unsur
pengendalian intern dalam siklus pembelian dirancang untuk mencapai tujuan
pokok pengendalian akuntansi, yaitu menjaga kekayaan (persediaan) dan kewajiban
perusahaan, menjamin ketelitian dan keandalan data akuntansi (utang, kas,
persediaan). Untuk merancang unsur-unsur pengendalian akuntansi yang diterapkan
dalam siklus pembelian, terdapat tiga unsur pokok yaitu :
a.
Organisasi
1.
Fungsi
pembelian terpisah dari fungsi penerimaan barang.
2.
Fungsi
pembelian harus terpisah dengan fungsi akuntansi.
3.
Fungsi
penerimaan barang harus terpisah dengan fungsi penyimpanan barang.
4.
Transaksi
pembelian harus dilaksanakan oleh fungsi gudang, fungsi pembelian, penerimaan
barang, pencatat utang, dan fungsi akuntansi yang lain.
5.
Transaksi
retur pembelian harus dilaksanakan oleh fungsi pembelian, penerimaan barang,
pencatat utang, fungsi akuntansi yang lain.
b.
Sistem otorisasi dan prosedur pencatatan
1.
Surat
permintaan pembelian otorisasi oleh fungsi gudang untuk barang digudang, atau
oleh kepala fungsi yang bersangkutan untuk barang yang langsung dipakai.
2.
Surat
order pembelian diotorisasi oleh fungsi pembelian atau pejabat yang lebih
tinggi.
3.
Laporan
penerimaan barang diotorisasi oleh fungsi penerimaan barang.
4.
Bukti
kas keluar oleh kepala fungsi pencatatan utang atau pejabat yang lebih
tinggi.
5.
Memo
debit untuk retur pembelian diotorisasi oleh fungsi pembelian.
6.
Laporan
pengiriman barang untuk retur pembelian diotorisasi oleh fungsi pengiriman
barang.
7.
Pencatatan
terjadinya utang didasarkan atas bukti kas keluar yang didukung dengan surat
order pembelian, laporan penerimaan barang, dan faktur dari pemasok.
8.
Pencatatan
berkurangnya utang karena retur pembelian didasarkan memo debit yang didukung
dengan laporan pengiriman barang.
9.
Pengurangan
utang di dalam arsip bukti kas keluar yang belum dibayar dan pencatatan di
dalam register bukti kas keluar diotorisasi oleh fungsi pencatat utang.
10.
Pencatatan
di dalam jurnal umum diotorisasi oleh fungsi pencatat jurnal.
c.
Praktik yang sehat ;
1.
Surat
permintaan pembelian bernomor urut tercetak dan pemakaiannya
dipertanggungjawabkan oleh fungsi gudang.
2.
Surat
order pembelian bernomor urut tercetak dan pemakaiannya dipertanggungjawabkan
oleh fungsi pembelian.
3.
Laporan
penerimaan barang bernomor urut tercetak dan pemakaiannya dipertanggungjawabkan
oleh fungsi penerimaan barang.
4.
Memo
debit untuk retur pembelian bernomor urut tercetak dan pemakaiannya
dipertanggungjawabkan oleh fungsi pembelian.
5.
Laporan
penerimaan barang bernomor urut tercetak dan pemakaiannya dipertanggungjawabkan
oleh fungsi pengiriman barang.
6.
Pemasok
dipilih berdasarkan jawaban penawaran harga bersaing dari berbagai pemasok.
7.
Barang
hanya diperiksa dan diterima oleh fungsi penerimaan barang jika fungsi ini
telah menerima tembusan surat order pembelian dari fungsi pembelian.
8.
Fungsi
penerimaan barang melakukan pemeriksaan barang yang diterima dari pemasok
dengan cara menghitung dan menginspeksi barang tersebut dan membandingkannya
dengan tembusan surat order pembelian.
9.
Terdapat
pengecekan, syarat pembelian, dan ketelitian perkalian di dalam faktur dari
pemasok sebelum faktur tersebut diproses untuk dibayar.
10.
Catatan
yang berfungsi sebagai buku pembantu utang secara periodik direkonsiliasi
dengan rekening control utang di dalam buku besar.
11.
Pembayaran
faktur dilakukan sesuai dengan syarat pembayaran guna mencegah kehilangan
kesempatan untuk memperoleh potongan tunai.
12.
Bukti
kas keluar beserta dokumen pendukungnya dicap “lunas” oleh fungsi pengeluaran
kas setelah cek dikirimkan kepada pemasok.
4.
Pengendalian akuntansi
Pengendalian
akuntansi mempunyai tujuan umum yaitu untuk mengendalikan harta perusahaan. Ada
dua kategori pengendalian akuntansi, yaitu :
1.
Pengendalian secara umum :
Pengendalian akuntansi secara umum untuk keamanan harta perusahaan digolongkan menjadi :
Pengendalian akuntansi secara umum untuk keamanan harta perusahaan digolongkan menjadi :
a.
Pengendalian organisasi, dapat terjadi apabila ada pemisahan tugas (segregation
of duties) dan pemisahan tanggungjawab (segregation of responsibility) yang
tegas.
b.
Pengendalian dokumentasi; dokumentasi dapat mencatat tentang deskripsi,
penjelasan, bagan air, daftar-daftar, cetakan hasil komputer, dan contoh-contoh
objek dari sistem informasi. Dokumentasi dapat dikelompokkan ke dalam dua
bagian, yaitu:
1.
Dokumentasi
yang disimpan dibagian akuntansi yaitu dokumen dasar, dokumentasi daftar
rekening dan dokumentasi prosedur manual.
2.
Dokumentasi
yang ada di bagian pengolahan data yaitu dokumentasi prosedur, sistem, program
operasi, dan dokumentasi data.
c.
Pengendalian perangkat keras dan perangkat lunak, dirancang dalam komputer
untuk mendeteksi kesalahan atau tidak berfungsinya dalam sistem kerja.
d. Pengendalian keamanan fisik.
Pengendalian terhadap keamanan fisik perlu dilakukan untuk menjaga keamanan perangkat keras, perangkat lunak, dan personal dalam perusahaan.
Teknik untuk pengendalian keamanan fisik dapat berupa alat-alat penempatan fisik yang membantu melindungi harta perusahaan, seperti ; pengawasan terhadap pengasetan fisik, pengaturan lokasi, dan penerapan alat-alat pengamanan.
d. Pengendalian keamanan fisik.
Pengendalian terhadap keamanan fisik perlu dilakukan untuk menjaga keamanan perangkat keras, perangkat lunak, dan personal dalam perusahaan.
Teknik untuk pengendalian keamanan fisik dapat berupa alat-alat penempatan fisik yang membantu melindungi harta perusahaan, seperti ; pengawasan terhadap pengasetan fisik, pengaturan lokasi, dan penerapan alat-alat pengamanan.
e.
Pengendalian keamanan data
Menjaga
integritas dan keamanan data merupakan pencegahan terhadap keamanan data yang
tersimpan diluar supaya tidak hilang, rusak, dan diakses oleh pihak yang tidak
berkepentingan.
2.
Pengendalian Aplikasi
Pengendalian
aplikasi berhubungan dengan pengoperasian akuntansi sistem komputer. Fungsi
dari pengendalian aplikasi adalah untuk memberi jaminan yang cukup bahwa
pencatatan, proses, dan pelaporan data sudah dilakukan dengan benar sesuai
prosedural.
Pengendalian
aplikasi dikategorikan sebagai berikut :
·
Pengendalian
masukan, Pengendalian ini dirancang untuk mencegah atau mendeteksi kekeliruan
dalam tahap masukan dalam pengolahan data. Pengendalian masukan umumnya
menyangkut efisiensi, persetujuan, masukan terhormat, penandaan, pembatalan,
dan lain-lain dalam proses komputer.
·
Pengendalian
pemrosesan, Pengendalian ini mencakup mekanisme, standarisasi, dan lain-lain.
·
Pengendalian
keluaran, Pengendalian keluaran dirancang untuk memeriksa masukan dan
pemrosesan sehingga berpengaruh terhadap keluaran secara absah dan
pendistribusian keluaran secara memadai. Pengendalian ini mencakup
rekonsiliasi, penyajian umur, suspensi berkas, suspensi account, audit
periodik, laporan ketidaksesuaian dan lipstream resubmission.
5.
Pengendalian Administrasi
pengendalian
ini bertujuan mengefisiensikan operasi kegiatan dan mendorong ditaatinya
kebijaksanaan manajemen yang telah ditetapkan. Manajemen yang baik dapat
menghindari perusahaan dari penyelewengan dan kesalahan, sehingga mampu
mewujudkan tujuan dan mendukung pengendalian akuntansi perusahaan.
Label:
Tulisan SIA#
Diposting oleh
Maya Indah
komentar (0)
Kata-kata
“sistem” dan “organisasi” tak pernah lekang dari kata “informasi”, terutama
ketika para peneliti teori sistem berhasil mengidentifikasi satu unsur penting
lainnya, yaitu “pengambilan keputusan” (decision making). Saat ini,
semua orang yang mempelajari organisasi dan manajemen sudah mahfum bahwa
sekumpulan manusia dapat bekerjasama dan mencapai sebuah tujuan jika ada
tata-kelola dalam soal pengambilan keputusan. Tanpa pengambilan keputusan,
sebuah organisasi kehilangan arah dan akhirnya bubar.
Menarik
untuk diketahui, kalau kita “mengambil keputusan” maka sebenarnya kita
melalukan proyeksi dan mengandaikan bahwa ada sesuatu yang akan terjadi.
Pengambilan keputusan selalu terjadi sebelum kita melakukan
aksi atau aktivitas tertentu. Dengan kata lain, pengambilan keputusan selalu
mendahului “kejadian” (events). Selain itu, kalau kita “mengambil
keputusan” dalam sebuah organisasi maka ada prasyarat kebersamaan di dalamnya.
Setiap keputusan yang diambil dalam sebuah organisasi biasanya berlaku untuk
semua orang. Memang, ada keputusan yang diambil oleh satu orang, ada keputusan
yang diambil oleh lebih dari satu orang, dan bahkan oleh jutaan orang sekaligus
(misalnya, keputusan untuk memilih SBY sebagai presiden). Siapa pun dan apa pun
keputusannya, orang lain diharapkan mengikuti keputusan itu.
Lebih
menarik lagi untuk diketahui, sebagai sebuah proyeksi yang mengandung dugaan
tentang sesuatu yang akan terjadi, maka setiap keputusan memerlukan
“bahan mentah” atau “masukan” berupa informasi.
Setiap
pengambil keputusan memerlukan gambaran tentang apa saja yangsudah terjadi untuk
membayangkan apa yang akan terjadi setelah keputusan diambil.
Dalam
kehidupan berorganisasi, setiap pengambilan keputusan berdasarkan pada keadaan
yang terjadi di dalam (internal) maupun di luar (eksternal) organisasi. Itu
sebabnya, pengambilan keputusan langsung berkaitan dengan pengelolaan
informasi. Setiap organisasi selalu melakukan pengambilan keputusan, dan selalu
mengelola informasi untuk membantu pengambilan keputusan. Organisasi besar
(misalnya sebuah negara) maupun organisasi mini (misalnya sebuah warung di
pinggir jalan) memerlukan pengambilan keputusan dan pengelolaan informasi.
Persoalan
pengelolaan informasi untuk pengambilan keputusan di sebuah organisasi inilah
yang jadi objek kajian kita. Salah satu teori yang dapat kita pakai untuk
penelitian tentang objek kajian ini datang dari O’Reilly (1982, 1983). Secara
khusus, O’Reilly mengajak kita memeriksa kemampuan manusia mengelola informasi
(human information processing capacity) dalam konteks kehidupan
berorganisasi.
Ia
mengaitkan kemampuan ini dengan perilaku informasi dan komunikasi, jenis
informasi yang digunakan, dan peran informasi tersebut dalam pengambilan
keputusan. Dalam asumsi dasarnya, O’Reilly melihat pengambilan keputusan
sebagai salah satu wujud dari aplikasi informasi. Artinya, dalam keadaan
aslinya “informasi” adalah sesuatu yang hanya berupa potensi. Kalau sebuah
organisasi ingin mewujudkan potensi ini, salah satu caranya adalah dengan
mengubah informasi menjadi keputusan.
Dalam
pembahasannya, O’Reilly juga mempersoalkan “relevansi” informasi yang akan
dijadikan masukan bagi pengambilan keputusan. Maksudnya, setiap pengambilan
keputusan didahului oleh sebuah upaya mencari dan menemukan informasi yang
relevan.
Itu
sebabnya, pengambilan keputusan langsung berkaitan dengan perilaku informasi (information
behavior). Ketika kita meletakkan semua ini dalam konteks kehidupan
organisasi, maka terlihatlah kompleksitas yang amat menarik untuk dikaji.
Salah
satu aspek yang menjadi pusat perhatian O’Reilly adalah kaitan antara perilaku
informasi dan hubungan kekuasaan (power relations) di dalam sebuah
organisasi. Menurut teorinya, informasi yang akan dipakai sebagai bahan
pengambilan keputusan dipengaruhi oleh hal-hal berikut:
1.
Kekuasaan si pemberi informasi (atau si sumber informasi) atas si pengambil
keputusan. Semakin berkuasa pihak yang memberi informasi, semakin mungkin
informasi itu digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan. Ini kedengarannya
lumrah banget. Informasi dari big boss sudah pasti
diprioritaskan oleh semua bawahan yang berwenang mengambil keputusan. Kalau si
pengambil keputusan itu sendiri adalah seorang big boss, mungkin
dia akan mencari orang tertentu yang dianggapnya lebih berkuasa, walau orang
ini berada di luar organisasi. Banyak big boss yang punya
“dukun” untuk membantunya mengambil keputusan
2.
Relevansi informasi terhadap tugas yang harus dilakukan seorang pengambil
keputusan. Ini juga lumrah. Seorang pengambil keputusan akan mendahulukan
informasi yang relevan untuk tugas-tugasnya terlebih dahulu, baru
mempertimbangkan informasi yang relevan untuk tugas orang lain.
3.
Kaitan antara informasi dengan sistem insentif dan dis-insentif. Secara
bercanda, kita bisa mengatakan bahwa informasi yang menguntungkan kedudukan
seseorang pasti lebih diprioritaskan, apalagi kalau informasi itu tidak menguntungkan
bagi saingan di kantor .
4.
Kontribusi informasi terhadap tindakan yang akan menimbulkan imbalan positif.
Berkaitan dengan butir 3 di atas, setiap pengambil keputusan akan mendahulukan
informasi yang menurutnya akan menghasilkan reaksi positif dari rekan-rekan
sesama kantor, apalagi kalau hasilnya menimbulkan pujian kepada si pengambil
keputusan.
5.
Kontribusi informasi bagi keuntungan pribadi. Masih berkaitan dengan butir 3
dan 4, setiap orang di semua lapisan organisasi pasti memikirkan keuntungan
pribadi, dan jika ada informasi yang nantinya akan menguntungkan secara
pribadi, maka informasi itulah yang jadi prioritas untuk dijadikan landasan
pengambilan keputusan.
6.
Kaitan antara informasi dengan potensi konflik. Berkaitan dengan butir 4,
semakin sedikit konflik yang ditimbulkan oleh sebuah informasi, semakin mungkin
informasi itu digunakan dalam pengambilan keputusan. Pada dasarnya O’Reilly
beranggapan bahwa anggota-anggota sebuah organisasi cenderung menghindari
konflik.
7.
Kemudahan penggunaan informasi, dilihat dari segi kepampatan (compact)
dan kejelasan. Tentu saja, semakin mudah sebuah informasi dicerna, semakin
mungkin informasi itu dipilih untuk mengambil keputusan.
8.
Hubungan antara pemberi informasi dan pengguna informasi, khususnya jika
informasi ini bersifat lisan. Dalam situasi yang sesungguhnya, menurut O’Reilly
banyak sekali pengambilan keputusan yang dilakukan berdasarkan informasi lisan
dari orang-orang yang dianggap “dekat”.
9.
Keterpercayaan. Berkaitan dengan butir 8, seorang pengambil keputusan akan cenderung
menggunakan informasi dari “sumber-sumber yang dapat dipercaya”. Seringkali,
pertimbangan ini bersifat subjektif, walau juga dipengaruhi oleh pengalaman dan
situasi hubungan inter-personal di dalam sebuah organisasi.
Label:
Tulisan SIA#