Welcome to my blog

Pengendalian Intern dalam SIA


1. Pengertian sistem pengendalian intern
Sistem informasi akuntansi sebagai sistem yang terbuka tidak bisa dijamin sebagai suatu sistem yangbebas dari kesalahan maupun kecurangan. Pengendalian intern yang baik merupakan cara bagisuatu sistem untuk melindungi diri dari tindakan-tindakan yang merugikan. Dalam arti sempit, pengendalian internhanya dibatasi pada kegiatan pengecekan, penjumlahan, baik penjumlahan mendatar maupun penjumlahan menurun.

Pengendalian intern secara luas, diantaranya ;
a. Batasan pengendalian intern, sebagai suatu sistem pengendalian yang meliputi struktur organisasi beserta semua metode dan ukuran yang diterapkan dalam perusahaan, dengan tujuan untuk :
1.            mengamankan aktiva perusahaan
2.            mengecek kecermatan dan ketelitian data akuntansi
3.            meningkatkan efisiensi
4.            mendorong agar kebijakan manajemen dipatuhi oleh segenap jajaran organisasi
Ringkasnya bahwa pengendalian intern tidak hanya meliputii pekerjaan pengecekan tetapi juga meliputi semua sistem kerja yang terjadi dalam perusahaan dalam upaya mencapai tujuan perusahaan.

Dari definisi pengendalian intern yang dikemukakan tersebut diatas  dapat ditemukan beberapa konsep dasar berikut :
·                     Pengendalian intern merupakan suatu proses untuk mencapai tujuan tertentu, atau merupakan suatu rangkaian tindakan yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan
·                     Pengendalian intern bukan hanya terdiri dari pedoman, kebijakan, formulir, namun dijalankan oleh orang dari setiap jenjang organisasi, yang mencakup dewan komisaris, manajemen dan personil lain.
·                     Pengendalian intern diharapkan mampu memberikan keyakinan memadai, bukan keyakinan mutlak bagi manajemen dan dewan komisaris entitas. Keterbatasan yang melekat dalam semua sistem pengendalian intern dan pertimbangan manfaat serta pengorbanan dalam pencapaian tujuan pengendalian, menyebabkan pengendalian intern tidak dapat memberikan keyakinan mutlak.
·                     Pengendalian intern ditujukan untuk mencapai tujuan yang saling berkaitan yaitu pelaporan keuangan, kepatuhan dan operasi.
Sistem pengendaliaan intern meliputi struktur organisasi, metode, dan ukuran yang diorganisasikan untuk menjaga kekayaan organisasi, mengecek ketelitian dan kehandalan data akuntansi, mendorong efisiensi untuk dipatuhinya kebijakan manajemen. Sistem pengendalian intern merupakan kebijakan, praktik, dan prosedur yang digunakan organisasi untuk mencapai empat tujuan utama :
1.            Untuk menjaga aktiva perusahaan
2.            Untuk memastikan akurasi dan dapat diandalkan catatan dan informasi akuntansi
3.            Untuk mempromosikan efisiensi operasi perusahaan
4.            Untuk mengukur kesesuaian kebijakan dan prosedur yang telah ditetapkan oleh manajemen.
Berangkat dari tujuan diatas, maka sistem pengendalian intern dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu :
a) Pengendalian intern akuntansi (internal accounting control)
Pengendalian intern akuntansi meliputi persetujuan, pemisahan antara fungsi operasi, penyimpanan dan pencatatan serta pengawasan fisik atas kekayaan.

b) Pengendalian intern administrasi (internal administratife control
Pengendalian intern administrasi meliputi peningkatan efisiensi usaha, dan mendorong dipatuhinya kebijakan pimpinan, misalnya analisis statistik, studi waktu dan gerak, program pelatihan, dan pengendalian mutu kegiatan perusahaan .

2. Karakteristik sistem pengendalian intern 
Kehandalan sistem pengendalian intern harus dilandasi dengan karakteristik dari sistem tersebut yaitu :
·                     Adanya pendelegasian wewenang kepada petugas tertentu untuk menyetujui transaksi dan penetapan tugas, pengecekan kepada petugas yang lain untuk mengetahui bahwa transaksi telah disetujui oleh petugas yang berwenang.
·                     Adanya penyelenggaraan akuntansi sedemikian rupa sehingga mudah di cek.
·                     Adanya pendelegasian secara fisik yang tepat, termasuk penjagaan berganda terhadap aktiva yang dimiliki.
·                     Adanya perifikasi secara periodik terhadap eksistensi aktiva yang dicatat.
·                     Memiliki pegawai yang cakap, mempunyai kemampuan dan latihan yang cukup, sesuai dengan tingkat pertanggungjawabannya.
·                     Adanya pemisahan fungsi penyimpanan aktiva dari fungsi pencatatan, dan dari pelaksanaan transaksi yang bersangkutan.

3. Pengendalian intern dalam Sistem Informasi Akuntansi Pembelian
Unsur-unsur pengendalian intern dalam siklus pembelian dirancang untuk mencapai tujuan pokok pengendalian akuntansi, yaitu menjaga kekayaan (persediaan) dan kewajiban perusahaan, menjamin ketelitian dan keandalan data akuntansi (utang, kas, persediaan). Untuk merancang unsur-unsur pengendalian akuntansi yang diterapkan dalam siklus pembelian, terdapat tiga unsur pokok yaitu :
a. Organisasi
1.            Fungsi pembelian terpisah dari fungsi penerimaan barang.
2.            Fungsi pembelian harus terpisah dengan fungsi akuntansi.
3.            Fungsi penerimaan barang harus terpisah dengan fungsi penyimpanan barang.
4.            Transaksi pembelian harus dilaksanakan oleh fungsi gudang, fungsi pembelian, penerimaan barang, pencatat utang, dan fungsi akuntansi yang lain.
5.            Transaksi retur pembelian harus dilaksanakan oleh fungsi pembelian, penerimaan barang, pencatat utang, fungsi akuntansi yang lain.
b. Sistem otorisasi dan prosedur pencatatan
1.            Surat permintaan pembelian otorisasi oleh fungsi gudang untuk barang digudang, atau oleh kepala fungsi yang bersangkutan untuk barang yang langsung dipakai.
2.            Surat order pembelian diotorisasi oleh fungsi pembelian atau pejabat yang lebih tinggi.
3.            Laporan penerimaan barang diotorisasi oleh fungsi penerimaan barang.
4.            Bukti kas keluar oleh kepala fungsi pencatatan utang atau pejabat  yang lebih tinggi.
5.            Memo debit untuk retur pembelian diotorisasi oleh fungsi pembelian.
6.            Laporan pengiriman barang untuk retur pembelian diotorisasi oleh fungsi pengiriman barang.
7.            Pencatatan terjadinya utang didasarkan atas bukti kas keluar yang didukung dengan surat order pembelian, laporan penerimaan barang, dan faktur dari pemasok.
8.            Pencatatan berkurangnya utang karena retur pembelian didasarkan memo debit yang didukung dengan laporan pengiriman barang.
9.            Pengurangan utang di dalam arsip bukti kas keluar yang belum dibayar dan pencatatan di dalam register bukti kas keluar diotorisasi oleh fungsi pencatat utang.
10.         Pencatatan di dalam jurnal umum diotorisasi oleh fungsi pencatat jurnal.
c. Praktik yang sehat ;
1.            Surat permintaan pembelian bernomor urut tercetak dan pemakaiannya dipertanggungjawabkan oleh fungsi gudang.
2.            Surat order pembelian bernomor urut tercetak dan pemakaiannya dipertanggungjawabkan oleh fungsi pembelian.
3.            Laporan penerimaan barang bernomor urut tercetak dan pemakaiannya dipertanggungjawabkan oleh fungsi penerimaan barang.
4.            Memo debit untuk retur pembelian bernomor urut tercetak dan pemakaiannya dipertanggungjawabkan oleh fungsi pembelian.
5.            Laporan penerimaan barang bernomor urut tercetak dan pemakaiannya dipertanggungjawabkan oleh fungsi pengiriman barang.
6.            Pemasok dipilih berdasarkan jawaban penawaran harga bersaing dari berbagai pemasok.
7.            Barang hanya diperiksa dan diterima oleh fungsi penerimaan barang jika fungsi ini telah menerima tembusan surat order pembelian dari fungsi pembelian.
8.            Fungsi penerimaan barang melakukan pemeriksaan barang yang diterima dari pemasok dengan cara menghitung dan menginspeksi barang tersebut dan membandingkannya dengan tembusan surat order pembelian.
9.            Terdapat pengecekan, syarat pembelian, dan ketelitian perkalian di dalam faktur dari pemasok sebelum faktur tersebut diproses untuk dibayar.
10.         Catatan yang berfungsi sebagai buku pembantu utang secara periodik direkonsiliasi dengan rekening control utang di dalam buku besar.
11.         Pembayaran faktur dilakukan sesuai dengan syarat pembayaran guna mencegah kehilangan kesempatan untuk memperoleh potongan tunai.
12.         Bukti kas keluar beserta dokumen pendukungnya dicap “lunas” oleh fungsi pengeluaran kas setelah cek dikirimkan kepada pemasok.

4. Pengendalian akuntansi
Pengendalian akuntansi mempunyai tujuan umum yaitu untuk mengendalikan harta perusahaan. Ada dua kategori pengendalian akuntansi, yaitu :
 
1. Pengendalian secara umum :
Pengendalian akuntansi secara umum untuk keamanan harta perusahaan digolongkan menjadi :
a. Pengendalian organisasi, dapat terjadi apabila ada pemisahan tugas (segregation of duties) dan pemisahan tanggungjawab (segregation of responsibility) yang tegas.
b. Pengendalian dokumentasi; dokumentasi dapat mencatat tentang deskripsi, penjelasan, bagan air, daftar-daftar, cetakan hasil komputer, dan contoh-contoh objek dari sistem informasi. Dokumentasi dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian, yaitu:
1.            Dokumentasi yang disimpan dibagian akuntansi yaitu dokumen dasar, dokumentasi daftar rekening dan dokumentasi prosedur manual.
2.            Dokumentasi yang ada di bagian pengolahan data yaitu dokumentasi prosedur, sistem, program operasi, dan dokumentasi data.
c. Pengendalian perangkat keras dan perangkat lunak, dirancang dalam komputer untuk mendeteksi kesalahan atau tidak berfungsinya dalam sistem kerja.

d. Pengendalian keamanan fisik.
Pengendalian terhadap keamanan fisik perlu dilakukan untuk menjaga keamanan perangkat keras, perangkat lunak, dan personal dalam perusahaan.
Teknik untuk pengendalian keamanan fisik dapat berupa alat-alat penempatan fisik yang membantu melindungi harta perusahaan, seperti ; pengawasan terhadap pengasetan fisik, pengaturan lokasi, dan penerapan alat-alat pengamanan.

e. Pengendalian keamanan data
Menjaga integritas dan keamanan data merupakan pencegahan terhadap keamanan data yang tersimpan diluar supaya tidak hilang, rusak, dan diakses oleh pihak yang tidak berkepentingan.
 
2. Pengendalian Aplikasi
Pengendalian aplikasi berhubungan dengan pengoperasian akuntansi sistem komputer. Fungsi dari pengendalian aplikasi adalah untuk memberi jaminan yang cukup bahwa pencatatan, proses, dan pelaporan data sudah dilakukan dengan benar sesuai prosedural.

Pengendalian aplikasi dikategorikan sebagai berikut :
·                     Pengendalian masukan, Pengendalian ini dirancang untuk mencegah atau mendeteksi kekeliruan dalam tahap masukan dalam pengolahan data. Pengendalian masukan umumnya menyangkut efisiensi, persetujuan, masukan terhormat, penandaan, pembatalan, dan lain-lain dalam proses komputer.
·                     Pengendalian pemrosesan, Pengendalian ini mencakup mekanisme, standarisasi, dan lain-lain.
·                     Pengendalian keluaran, Pengendalian keluaran dirancang untuk memeriksa masukan dan  pemrosesan sehingga berpengaruh terhadap keluaran secara absah dan pendistribusian keluaran secara memadai. Pengendalian ini mencakup rekonsiliasi, penyajian umur, suspensi berkas, suspensi account, audit periodik, laporan ketidaksesuaian dan lipstream resubmission.
5. Pengendalian Administrasi
pengendalian ini bertujuan mengefisiensikan operasi kegiatan dan mendorong ditaatinya kebijaksanaan manajemen yang telah ditetapkan. Manajemen yang baik dapat menghindari perusahaan dari penyelewengan dan kesalahan, sehingga mampu mewujudkan tujuan dan mendukung pengendalian akuntansi perusahaan.

Pengambilan Keputusan Dalam SIA


Kata-kata “sistem” dan “organisasi” tak pernah lekang dari kata “informasi”, terutama ketika para peneliti teori sistem berhasil mengidentifikasi satu unsur penting lainnya, yaitu “pengambilan keputusan” (decision making). Saat ini, semua orang yang mempelajari organisasi dan manajemen sudah mahfum bahwa sekumpulan manusia dapat bekerjasama dan mencapai sebuah tujuan jika ada tata-kelola dalam soal pengambilan keputusan. Tanpa pengambilan keputusan, sebuah organisasi kehilangan arah dan akhirnya bubar.
Menarik untuk diketahui, kalau kita “mengambil keputusan” maka sebenarnya kita melalukan proyeksi dan mengandaikan bahwa ada sesuatu yang akan terjadi. Pengambilan keputusan selalu terjadi sebelum kita melakukan aksi atau aktivitas tertentu. Dengan kata lain, pengambilan keputusan selalu mendahului “kejadian” (events). Selain itu, kalau kita “mengambil keputusan” dalam sebuah organisasi maka ada prasyarat kebersamaan di dalamnya. Setiap keputusan yang diambil dalam sebuah organisasi biasanya berlaku untuk semua orang. Memang, ada keputusan yang diambil oleh satu orang, ada keputusan yang diambil oleh lebih dari satu orang, dan bahkan oleh jutaan orang sekaligus (misalnya, keputusan untuk memilih SBY sebagai presiden). Siapa pun dan apa pun keputusannya, orang lain diharapkan mengikuti keputusan itu.
Lebih menarik lagi untuk diketahui, sebagai sebuah proyeksi yang mengandung dugaan tentang sesuatu yang akan terjadi, maka setiap keputusan memerlukan “bahan mentah” atau “masukan” berupa informasi.
Setiap pengambil keputusan memerlukan gambaran tentang apa saja yangsudah terjadi untuk membayangkan apa yang akan terjadi setelah keputusan diambil.
Dalam kehidupan berorganisasi, setiap pengambilan keputusan berdasarkan pada keadaan yang terjadi di dalam (internal) maupun di luar (eksternal) organisasi. Itu sebabnya, pengambilan keputusan langsung berkaitan dengan pengelolaan informasi. Setiap organisasi selalu melakukan pengambilan keputusan, dan selalu mengelola informasi untuk membantu pengambilan keputusan. Organisasi besar (misalnya sebuah negara) maupun organisasi mini (misalnya sebuah warung di pinggir jalan) memerlukan pengambilan keputusan dan pengelolaan informasi.
Persoalan pengelolaan informasi untuk pengambilan keputusan di sebuah organisasi inilah yang jadi objek kajian kita. Salah satu teori yang dapat kita pakai untuk penelitian tentang objek kajian ini datang dari O’Reilly (1982, 1983). Secara khusus, O’Reilly mengajak kita memeriksa kemampuan manusia mengelola informasi (human information processing capacity) dalam konteks kehidupan berorganisasi.
Ia mengaitkan kemampuan ini dengan perilaku informasi dan komunikasi, jenis informasi yang digunakan, dan peran informasi tersebut dalam pengambilan keputusan. Dalam asumsi dasarnya, O’Reilly melihat pengambilan keputusan sebagai salah satu wujud dari aplikasi informasi. Artinya, dalam keadaan aslinya “informasi” adalah sesuatu yang hanya berupa potensi. Kalau sebuah organisasi ingin mewujudkan potensi ini, salah satu caranya adalah dengan mengubah informasi menjadi keputusan.
Dalam pembahasannya, O’Reilly juga mempersoalkan “relevansi” informasi yang akan dijadikan masukan bagi pengambilan keputusan. Maksudnya, setiap pengambilan keputusan didahului oleh sebuah upaya mencari dan menemukan informasi yang relevan.
Itu sebabnya, pengambilan keputusan langsung berkaitan dengan perilaku informasi (information behavior). Ketika kita meletakkan semua ini dalam konteks kehidupan organisasi, maka terlihatlah kompleksitas yang amat menarik untuk dikaji.
Salah satu aspek yang menjadi pusat perhatian O’Reilly adalah kaitan antara perilaku informasi dan hubungan kekuasaan (power relations) di dalam sebuah organisasi. Menurut teorinya, informasi yang akan dipakai sebagai bahan pengambilan keputusan dipengaruhi oleh hal-hal berikut:
1. Kekuasaan si pemberi informasi (atau si sumber informasi) atas si pengambil keputusan. Semakin berkuasa pihak yang memberi informasi, semakin mungkin informasi itu digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan. Ini kedengarannya lumrah banget. Informasi dari big boss sudah pasti diprioritaskan oleh semua bawahan yang berwenang mengambil keputusan. Kalau si pengambil keputusan itu sendiri adalah seorang big boss, mungkin dia akan mencari orang tertentu yang dianggapnya lebih berkuasa, walau orang ini berada di luar organisasi. Banyak big boss yang punya “dukun” untuk membantunya mengambil keputusan
2. Relevansi informasi terhadap tugas yang harus dilakukan seorang pengambil keputusan. Ini juga lumrah. Seorang pengambil keputusan akan mendahulukan informasi yang relevan untuk tugas-tugasnya terlebih dahulu, baru mempertimbangkan informasi yang relevan untuk tugas orang lain.
3. Kaitan antara informasi dengan sistem insentif dan dis-insentif. Secara bercanda, kita bisa mengatakan bahwa informasi yang menguntungkan kedudukan seseorang pasti lebih diprioritaskan, apalagi kalau informasi itu tidak menguntungkan bagi saingan di kantor .
4. Kontribusi informasi terhadap tindakan yang akan menimbulkan imbalan positif. Berkaitan dengan butir 3 di atas, setiap pengambil keputusan akan mendahulukan informasi yang menurutnya akan menghasilkan reaksi positif dari rekan-rekan sesama kantor, apalagi kalau hasilnya menimbulkan pujian kepada si pengambil keputusan.
5. Kontribusi informasi bagi keuntungan pribadi. Masih berkaitan dengan butir 3 dan 4, setiap orang di semua lapisan organisasi pasti memikirkan keuntungan pribadi, dan jika ada informasi yang nantinya akan menguntungkan secara pribadi, maka informasi itulah yang jadi prioritas untuk dijadikan landasan pengambilan keputusan.
6. Kaitan antara informasi dengan potensi konflik. Berkaitan dengan butir 4, semakin sedikit konflik yang ditimbulkan oleh sebuah informasi, semakin mungkin informasi itu digunakan dalam pengambilan keputusan. Pada dasarnya O’Reilly beranggapan bahwa anggota-anggota sebuah organisasi cenderung menghindari konflik.
7. Kemudahan penggunaan informasi, dilihat dari segi kepampatan (compact) dan kejelasan. Tentu saja, semakin mudah sebuah informasi dicerna, semakin mungkin informasi itu dipilih untuk mengambil keputusan.
8. Hubungan antara pemberi informasi dan pengguna informasi, khususnya jika informasi ini bersifat lisan. Dalam situasi yang sesungguhnya, menurut O’Reilly banyak sekali pengambilan keputusan yang dilakukan berdasarkan informasi lisan dari orang-orang yang dianggap “dekat”.
9. Keterpercayaan. Berkaitan dengan butir 8, seorang pengambil keputusan akan cenderung menggunakan informasi dari “sumber-sumber yang dapat dipercaya”. Seringkali, pertimbangan ini bersifat subjektif, walau juga dipengaruhi oleh pengalaman dan situasi hubungan inter-personal di dalam sebuah organisasi.